Menurut asal kata, korupsi berasal dari perkataan Corruptio yang berarti kerusakan. (corrupt= rusak). Disamping itu korupsi juga digunakan untuk menunjuk keadaan atau perbuatan rusak. Kata ini sendiri mempunyai kata kerja corrumpere yang artinya busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik atau menyogok. Perkataan koripsi semula bersifat umum dan baru menjadi istilah hukumuntuk pertama kali dala Peraturan Penguasa Militer No. PRT/ PM/ 06/ 1957 tentang Pemberantasan korupsi.
Menurut Transparency International, korupsi adalah perilaku pejabat public,mau politikus atau pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengan dirinya, dengan cara menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka. Menurut hukum di Indonesia, penjelasan mengenai korupsi ada dalam tiga belas pasal UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 21 Tahun 2001. Menurut UU itu, ada tiga puluh jenis tindakan yang bisa dikategorikan sebagai tindak korupsi.
Secara ringkas tindakan- tindakan tersebut bisa dikelompokan menjadi :
1. Kerugian keuangan negara.
2. Suap- menyuap (istilah lain sogokan atau pelicin).
3. Penggelapan dalam jabatan.
4. Pemerasan.
5. Perbuatan curang.
6. Benturan kepentingan dalam pengadaan.
7. Gratifikasi (istilah lain : pemberian hadiah ).
AKIBAT KORUPSI
1. Penegakan hukum dan layanan masyarakat jadi amburadul. Lalu lintas bisa menjadi contoh yang tepat. Dari pengurusan SIM sampai sidang kasus tilang, tidak ada yang berjalan sebagaimana semestinya. Ujung- ujungnya, duit dan kekuasaanlah yang bicara. Kalau tidak punya dua makhluk itu, jangan harap bisa dapat layanan masyarakat yang oke atau keadilan di mata hukum.
2. Pembangunan fisik jadi terbengkalai. Jalan yang rusak dan gedung sekolah yang reot, semua gara- gara korupsi. Muali dari mengorbankan kualitas bahan bangunan supaya duitnya bisa ditilep, sampai membuat proyek yang sebenarnya tidak perlu. Intinya, sedikit sekali pembangunan fisik di negara kita yang dijalankan dengan tujuan menghasilkan sesuatu yang kuat dan berguna untuk masyarakat.
3. Prestasi jadi tidak bearti. Seharusnya seseorang bisa menduduki jabatan tertentu karena dia memang berprestasi dan kompeten. Tetapi kenyataan berbicara lain : siapa saja bisa menduduki posisi apa saja. Syaratnya tadi yaitu dengan uang atau kekuasaan. Hasilnay banyak sekali posisi penting yang diduduki oleh oreang yang tidak becus. Dan kitalah yang kena getahnya.
4. Demokrasi tidak berjalan. Pemilihan wakil daerah bisa menjadi contoh yang menarik. Sudah repot- repot dipilih, sebagian tetap saja mengutamakan kepentingan mereka yang punya duit daripada mereka yang memilih. Melihat situasi ini jangan heran kalau rakyat bisa jadi tidak percaya dengan demokrasi.
5. Ekonomi jadi hancur. Ada dua kata kuncinya : tidak efisien. Mau bikin pabrik, mesti nyogok sana- sini. Mau buka usaha dengan modal kecil, kalah dengan perusahaan bermodal besar yang dekat sama pemegang kekuasaan. Tidak heran orang asing mulai malas investasi di Indonesia. Dan ujunng- ujungnya kitalah yang sengsara.