MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENGUJI UNDANG-UNDANG TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR 1945


Mahkamah Konstitusi dalam Menguji Undang-Undang  terhadap Undang-Undang Dasar 1945
A.  Latar Belakang Masalah
 Salah satu hasil yang jelas terlihat dengan adanya perubahan terhadap UUD 1945 adalah dengan dibentuknya sebuah lembaga negara baru yang bertugas untuk mengawal konstitusi di Indonesia, dan lembaga negara tersebut dikenal dengan nama Mahkamah Konstitusi (Constitutional Court). Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 amandemen ke IV menyatakan bahwa : “Negara Indonesia adalah negara hukum.” Hal ini berarti bahwa semua kegiatan dalam praktek ketatanegaraan harus didasarkan atas hukum, termasuk pula dalam pembuatan suatu peraturan perundang-undangan[1]. Dalam hal ini praktek ketatanegaraan tersebut harus didasarkan pada ketentuan yang terkandung dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan peraturan tertinggi dalam tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor nomor 12 tahun 2021 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dinyatakan bahwa tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia adalah : Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ; Ketatapan MPR ; Undang-Undang / Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ; Peraturan Pemerintah ; Peraturan Presiden ; Peraturan Daerah.
Dari pasal tersebut terlihat bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 menduduki tempat tertinggi dalam tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia, sehingga konsekuensi dari adanya tingkatan hierarkis tersebut adalah peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Kemudian untuk menjamin penyusunan peraturan perundang-undangan tidak bertentangan dengan konstitusi, maka harus dilakukan mekanisme untuk mengawasinya melalui hak menguji (toetsingsrecht). Adanya hak menguji ini dimaksudkan untuk menjaga nilai-nilai fundamental yang terkandung dalam konstitusi suatu negara, yang posisinya diletakkan dalam kedudukan yang tertinggi (supreme), artinya eksistensi dari hak menguji tersebut adalah sebagai penjamin agar materi dari konstitusi dapat diimplementasikan secara konsisten tanpa ada penyimpangan sama sekali terhadap nilai-nilai fundamental yang terkandung dalam konstitusi tersebut[2]. Jika terdapat suatu peraturan yang lebih rendah bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, maka perlu diadakan pengujian terhadap peraturan tersebut.
Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu pelaku kekuasaan kehakiman disamping Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan : “Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan” dan ayat (2) yang menyatakan : “Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”, hal ini berarti Mahkamah Konstitusi terikat pada prinsip umum penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka, bebas dari pengaruh kekuasaan lembaga lainnya dalam menegakkan hukum dan keadilan. Mahkamah konstitusi kewenangannya lebih berkenaan dengan lembaga pengadilan hukum (court of law )[3]
Pembentukan Mahkamah Konstitusi pada setiap negara memiliki latar belakang yang beragam, tetapi secara umum pembentukan Mahkamah Konstitusi berawal dari suatu proses perubahan politik yang otoriter menuju demokrasi. Mahkamah Konstitusi di banyak negara ditempatkan sebagai elemen penting dalam sistem negara konstitusional modern. Gagasan pembentukan Mahkamah Konstitusi merupakan dorongan dalam penyelenggaraan kekuasaan dan ketatanegaraan yang lebih baik. Kewenangan konstitusional Mahkamah Konstitusi melaksanakan prinsip checks and balances yang menempatkan semua lembaga negara dalam kedudukan setara sehingga terdapat keseimbangan dalam penyelenggaraan negara. Keberadaan Mahkamah Konstitusi merupakan langkah nyata untuk dapat saling mengoreksi kinerja antar lembaga negara. Mahkamah Konstitusi melalui amandemen ke-4 UUD 1945 telah menjadi salah satu pemegang kekuasaan kehakiman disamping Mahkamah Agung, dan konstitusi telah memberikan sejumlah kewenangan kepada Mahkamah Konstitusi, diantaranya adalah kewenangan untuk melakukan pengujian (judicial review) suatu Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar.

B.  Rumusan Masalah
1.    Apa kelemahan dan kelebihan Mahkamah Konstitusi dalam melakukan pengujian Undang- Undang terhadap UUD 1945 ?

C.  Kelemahan dan kelebihan Mahkamah Konstitusi dalam melakukan pengujian Undang-undang terhadap UUD 1945
Kewenangan MK dalam menguji undang-undang terhadap UUD 1945 atau biasa dikenal dengan istilah Judicial Review (pengujian yudisial atau hak uji materiil), merupakan kewenangan MK dalam menilai undang-undang yang dinilai bertentangan dengan UUD 1945 untuk dapat diuji secara yudisial dan untuk dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 atau inkonstitusional sehingga tak mempunyai kekuatan hukum mengikat.[4]
Putusan MK bersifat final dan mengikat. Karena putusan MK bersifat final dan mengikat, maka putusan MK yang mengabulkan suatu permohonan pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, baik mengabulkan sebagian maupun seluruhnya, dengan sendirinya telah mengubah ketentuan suatu undang-undang dengan menyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.Dalam putusan MK memuat bagaimana suatu ketentuan dalam UUD 1945 ditafsirkan terkait dengan ketentuan undang-undang yang dimohonkan tersebut.
Contoh putusan MK yang mengabulkan permohonan yaitu terkait dengan UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat) yang menyatakan Pasal 31 UU Advokat bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat . Rumusan dalam Pasal 31 UU Advokat yang melarang seseorang selain advokat dalam memberikan jasa bantuan hukum, dianggap melanggar Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28F UUD 1945. Disamping itu, dalam hukum acara tidak atau belum mewajibkan pihak-pihak yang berperkara untuk tampil dengan menggunakan pengacara (verplichte procureurstelling). Oleh karena itu tidak atau belum adanya kewajiban demikian menurut hukum acara maka pihak lain di luar advokat tidak boleh dilarang untuk tampil mewakili pihak yang berperkara di depan pengadilan.
Dalam menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar tidak mengenal daluwarsa atau lewat waktu. Pemohon dapat meminta MK untuk menguji setiap undang-undang yang diberlakukan sejak lama maupun baru. Akan tetapi, ada dua syarat penting yang perlu diperhatikan dalam mengajukan judicial review, yaitu:
a.  Pemohon harus mempunyai legal standing atau kepentingan hukum dalam undang-undang tersebut, baik secara langsung maupun tidak. Contoh: LSM-LSM yang terkait maupun organisasi lain yang berprofesi dibidang tertentu yang terkait dalam undang-undang.
b.  Pemohon menderita kerugian konstitusional (ketatanegaraan) akibat diberlakukanya undang-undang tersebut. Kerugian konstitusional pada umumnya merupakan terabaikannya atau bertentangan dengan hak asasi manusia yang dimiliki. Contoh: pihak akademisi dalam UU Advokasi yang haknya untuk meberikan saran hukum terampas haknya dalam pasal 31 UU Advokat.
Dalam mengajukan uji materiil di MK, putusan MK merupakan putusan yang pertama dan terakhir. Tidak ada upaya hukum luar biasa terhadap putusan MK, sehingga pihak-pihak dalam berperkara terikat dengan keputusan tersebut. Melalui amandemen UUD 1945 yang membentuk Mahkamah Konstitusi sebagai sebuah lembaga yudisial dan memilki fungsi dan wewenangnya, telah begitu banyak kontribusi dan manfaat dari hadir lembaga ini..
Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam pengujian undang-undang memiliki kelebihan yaitu memberikan rasa keadilan bagi setiap warga negara yang hak atau kepentingan hukumnya yang oleh UUD 1945 diakui tersebut oleh undang-undang yang berlaku terlanggar. MK dalam menguji undang-undang terhadap UUD didukung oleh hakim-hakim yang berkompeten dalam bidang tata negara dan hukum, menjunjung tinggi rasa keadilan, selain itu juga menjaga independensinya.
Sebagai lembaga yang independen, proses menguji undang-undang terhadap UUD lebih terpercaya dan teruji kualitas dibandingkan oleh pengadilan-pengadilan negeri maupun tata usaha negara yang sering mendapat intervensi.
Selain itu, dalam pengujian undang-undang terhadap UUD ternyata masih ada kelemahan-kelemahannya. Kelemahan Mahkamah Konstitusi yang menguji undang-undang terhadap UUD 1945 dalam putusannya yang kontroversial dengan melampaui batas kewenangan dan melanggar atau masuk ke ranah legislatif .
Putusan MK yang melampaui wewenang dalam menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar biasa disebut sebaga Ultra Petita (tidak diminta). Putusan tersebut dapat masuk dalam ranah legislatif dengan mengeluarkan peraturan. Padahal kewenangan menguji MK yang oleh UUD 1945 tidak mengatur mengenai Ultra Petita. Seharusnya dalam menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, putusan MK harus sesuai dengan maksud sesungguhnya (original intent) [5].
Menurut Prof. Muchsan, kelemahan lainya dalam putusan Mahkamah Konstitusi ialah motivasi undang-undang yang diuji merupakan peleburan dari berbagai aspek sosial misalnya politik, ekonomi, dan sebagianya. Motivasi ini tidak dapat ditelaah oleh hanya satu disiplin ilmu saja. Hakim-hakim MK yang merupakan pakar tatanegara dan hukum masih kurang jeli melihat motivasi yang tersirat sehingga terkadang putusan hakim mengabaikan motivasi yang ada.
Masih menurut Prof. Muchsan, menegaskan bahwa prinsip fundamental negara indonesia ditopang oleh dua tiang fondasi yaitu asas negara hukum dan asas demokrasi. Salah satu asas, yaitu asas demokrasi “salus populis suprema lex” (kehendak rakyat merupakan hukum tertinggi) seharus rakyat banyaklah yang lebih pantas menguji undang-undang terhadap UUD sebagai bentuk perjanjian rakyat. Jumlah hakim-hakim MK yang hanya berjumlah 9 orang dinilai melukai asas demokrasi.
D.  Kesimpulan
Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam pengujian undang-undang memiliki kelebihan yaitu memberikan rasa keadilan bagi setiap warga negara yang hak atau kepentingan hukumnya yang oleh UUD 1945 diakui tersebut oleh undang-undang yang berlaku terlanggar. MK dalam menguji undang-undang terhadap UUD didukung oleh hakim-hakim yang berkompeten dalam bidang tata negara dan hukum, menjunjung tinggi rasa keadilan, selain itu juga menjaga independensinya.
Sebagai lembaga yang independen, proses menguji undang-undang terhadap UUD lebih terpercaya dan teruji kualitas dibandingkan oleh pengadilan-pengadilan negeri maupun tata usaha negara yang sering mendapat intervensi.
Selain itu, dalam pengujian undang-undang terhadap UUD ternyata masih ada kelemahan-kelemahannya. Kelemahan Mahkamah Konstitusi yang menguji undang-undang terhadap UUD 1945 dalam putusannya yang kontroversial dengan melampaui batas kewenangan dan melanggar atau masuk ke ranah legislatif .
Putusan MK yang melampaui wewenang dalam menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar biasa disebut sebaga Ultra Petita (tidak diminta). Putusan tersebut dapat masuk dalam ranah legislatif dengan mengeluarkan peraturan. Padahal kewenangan menguji MK yang oleh UUD 1945 tidak mengatur mengenai Ultra Petita. Seharusnya dalam menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, putusan MK harus sesuai dengan maksud sesungguhnya (original intent).
Menurut Prof. Muchsan, kelemahan lainya dalam putusan Mahkamah Konstitusi ialah motivasi undang-undang yang diuji merupakan peleburan dari berbagai aspek sosial misalnya politik, ekonomi, dan sebagianya. Motivasi ini tidak dapat ditelaah oleh hanya satu disiplin ilmu saja. Hakim-hakim MK yang merupakan pakar tatanegara dan hukum masih kurang jeli melihat motivasi yang tersirat sehingga terkadang putusan hakim mengabaikan motivasi yang ada.

E.  Saran
Melihat pentingnya lembaga Mahkamah Konstitusi dalam menguji undang-undang terhadap UUD 1945, diperlukan pengaturan yang jelas dan baik melalui amandemen ulang maupun peraturan yang sifatnya mengatur tata cara pengujian undang-undang terhadap UUD 1945.



[1] Ahmad syahrizal, Peradilan konstitusi,cet. 1, Jakarta : Pradnya Paramita, 2006, hlm.206
[2] http://teguhimamsationo.blogspot.co.id/2021/06/keunggulan-dan-kelemahan-mahkamah.html
[3] Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, Ed. Revisi-Cetakan ke-9, Jakarta: Rajawali Pers,2021, Hlm.213
[4] http/ /iky_ndx.blogspot.co.id KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENGUJI UNDANG-UNDANG TERHADAP UUD.html
[5]http://teguhimamsationo.blogspot.co.id/2021/06/keunggulan-dan-kelemahan-mahkamah.html
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url
Related Post
Mahkamah konstitusi dalam menguji undang-undang terhadap undang-undang dasar 1945