Oleh: Riswardi, M.Pd (Ketua Formabri Babel)
TANGGAL 26 Juni 2021 lalu masyarakat di Kabupaten Bangka telah menggunakan hak pilihnya dalam Pemilukada Bangka 2021-2021. Berdasarkan pengumuman resmi KPU Kabupaten Bangka, ditetapkanlah pasangan Tarmizi Saat dan Rustamsyah atau yang lebih akrab disebut Tentram sebagai pemenang.
SEBUAH kemenangan yang disikapi Tarmizi Saat dengan lafadz “Alhamdulillah” dan juga “Innalillah”. Sebuah respons yang wajar dan bijaksana untuk sebuah kemenangan dengan raihan plus minus 36% dari total suara yang mencoblos.
Tentu tak elok apabila penulis yang nota bene adalah putra daerah kelahiran Desa Gunung Muda Kecamatan Belinyu tidak memberikan catatan kritis atas agregat suksesi politik di Kabupaten Bangka. Catatan pertama adalah masih tingginya angka golput alias warga yang tidak menggunakan hak pilihnya. Ini suka atau tidak suka mengindikasikan bahwa tingkat kepedulian warga masyarakat di Kabupaten Bangka terhadap siapa yang harus mereka pimpin tampaknya masih demikian tinggi.
Dengan kata lain, adagium-adagium tentang apatisme negatif terhadap para kontestan yang bertarung masih dipandang masyarakat sebagai persaingan politik dalam perebutan kekuasaan ketimbang kompetisi sehat dalam melahirkan pemimpin. Jangan-jangan masyarakat kita masih senang dipimpin seorang penguasa ketimbang seorang pemimpin?
Asumsi stereotif lainnya adalah masih adanya pandangan masyarakat tentang kapasitas dan kapabilitas kepala daerah dalam kaitannya dengan peningkatan derajat kehidupan ekonomi mereka. Di beberapa kampung di Bangka, masih banyak warga Bangka yang mengucapkan “Siape pun yang tepili, cemnilah nasib kami” (Baca: Siapa pun Bupati/Wakil Bupati yang terpilih, masih seperti inilah nasib kami). Paradoks negatif ini mungkin akan terus menggerusi spirit sukses kepala daerah yang pada gilirannya akan terus mengecilkan kepercayaan (trust) publik terhadap bupati sebagai pengambil kebijakan tertinggi dalam pelaksanaan pembangunan pada konteks peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Catatan kritis yang paling memprihatinkan adalah rendahnya persentase kemenangan. Sama halnya seperti di Pangkalpinang yang tidak mencapai 30% dan di Bangka yang hanya 36%, raihan tersebut menunjukkan bahwa tingkat elektabilitas calon kepala daerah masih sangat rendah. Dalam hitungan matematika sederhana saja, bila kandidat hanya mengantongi 36% suara yang memilihnya, berarti 64% suara pemilih lainnya tidak mendukung karena mereka memilih pasangan kandidat lainnya.
Bagaimana mungkin seorang kandidat dikatakan memiliki legitimasi yang kuat bila didukung oleh kurang dari 50% suara rakyat? Karena itulah, lebih tepat dikatakan bahwa ada kecenderungan pemilukada saat ini lebih pada proses politik untuk menentukan pemenangan selisih suara ketimbang untuk menentukan pemimpin yang kuat karena didukung oleh lebih separuh pemilih.
Tugas berat kandidat pasangan bupati dan wakilnya adalah kembali meyakinkan seluruh warga masyarakat bahwa mereka berdua adalah pelayan bagi seluruh rakyat dan bukan hanya melayani warga yang telah memilihnya. Pasangan kandidat yang kalah dalam perolehan suara juga perlu memberikan statetemen agar masyarakat yang memilih mereka tetap mendukung pasangan kandidat yang memperoleh raihan suara terbanyak.
Bangka Utara di Era Tentram
Terlepas dari diskursus tentang catatan kritis di atas, problema paling menarik dalam perspektif lokal khususnya bagi masyarakat Kecamatan Belinyu dan Riau Silip adalah peluang pemekaran Bangka Utara di era Tentram ini. Sebagaimana dalam tulisan terdahulu (Bapel Pos, 28 Mei 2021) penulis telah menyimpulkan betapa urgennya hasil Pemilukada Bangka 2021 ini bagi nasib Bangka Utara. Sebagai calon daerah otonom baru yang masuk Grand Desain Pemekaran Provinsi Kepulauan Bangka Belitung bersama Kota Sungailiat dan Kota Belitung, terpilihnya Pasangan Tentram tentu menjadi semakin seru dan menarik. Hal ini tak terlepas dari kemunculan Rustamsyah yang nota bene adalah putra daerah kelahiran Belinyu yang kini berstatus calon Wakil Bupati Bangka Terpilih.
Dengan posisi beliau sebagai Wakil Bupati Bangka nantinya, aspirasi masyarakat Belinyu dan Riau Silip untuk membentuk daerah otonom baru yang sudah lama mereka idam-idamkan tentu akan lebih “mudah” untuk dipenuhi. Apalagi, Rustamsyah adalah politisi PDIP yang sudah 2 periode menjadi Anggota DPRD Kabupaten Bangka yang tentu sudah sangat memahami apa dan bagaimana keinginan masyarakat Belinyu dan Riau Silip.
Hasil rembuk masyarakat Belinyu tanggal 23 Mei 2021 di Gedung Serba Guna Kecamatan Belinyu yang dihadiri Rustamsyah dan Tarmizi Saat merekomendasikan perlu segera dilakukannya pemekaran dusun untuk mempercepat pemekaran desa/kelurahan demi mengakselerasi pemekaran kecamatan.
Dengan dukungan Pemprov Babel atas pemekaran Bangka Utara, rasionalitas usul pemekaran dusun, desa/kelurahan, dan kecamatan di Belinyu dan Riau Silip, serta terpilihnya Tarmizi Saat – Rustamsyah sebagai Bupati Wakil Bupati Bangka Terpilih 2021—2021, tentu langkah pemekaran Bangka Utara akan semakin “mudah”.
Akan tetapi, persoalannya adalah dalam teknis pelaksanaan nanti akan berhadapan dengan dinamika politik yang diprediksi akan berjalan alot. Hal ini karena dengan seiring Pemekaran Kota Sungailiat tentu ibukota Kabupaten Bangka akan dipindahkan sementara ke mana? Bila dipindahkan ke Belinyu, akankah masyarakat Mendo Barat setuju? Bila dipindahkan ke Mendo Barat, akankah masyarakat Belinyu setuju? Pada level inilah, kompromi tingkat tinggi antara sang Bupati sebagai putra daerah Mendo Barat dan wakil bupati sebagai putra daerah Belinyu akan kembali diuji.
Penulis berkeyakinan apabila kepentingan masyarakat lebih didahulukan ketimbang kepentingan sesaat yang bersifat politis, tentu hingar-bingar pemekaran Bangka Utara tidak justru akan melahirkan kegaduhan baru. Sebagai penggiat pemekaran Bangka Utara, penulis meyakini bahwa pemekaran Bangka Utara adalah harga mati. Apakah yang terbentuk nantinya adalah Kota atau Kabupaten Baru tentu tidak menjadi persoalan asalkan Belinyu dan Riau Silip menjadi semakin maju dan masyarakatnya semakin sejahtera. Atau mungkin yang paling adil bagi seluruh masyarakat di Kabupaten Bangka adalah pemekaran Kabupaten Bangka menjadi 3 daerah otonom baru, yakni Bangka Utara, Kota Sungailiat, dan Bangka Timur. Selamat merenungkan!(**)
Sumber: http://www.harianbabelpos.com