Sampit, Kota Penuh Cerita


Sampit adalah ibukota dari sebuah kabupaten yang tergolong tua di provinsi ini, bahkan sebelum lahirnya Provinsi Kalimantan Tengah (dulu disebut wilayah pemerintahan Gubernur pada Departemen Dalam Negeri Koordinator Seluruh Kalimantan di Banjarmasin), Sampit sudah menjadi ibukota Daerah Otonom/Kabupaten Kotawaringin yang mencakup Kewedanaan Sampit Barat, Sampit Timur, Sampit dan Swapraja Kotawaringin (sekarang Kabupaten Kotawaringin Barat) yang dipimpin seorang pahlawan nasional bernama Tjilik Riwut.

Sebagai salah satu kota tua di Kalteng, Sampit adalah kota yang penuh cerita, betapa tidak, kota ini turut memperjuangkan kemerdekaan bangsa ini, salah satu pendiri provinsi ini, gerbang ekonomi, sampai sentral konflik etnis di Kalteng tahun 2001 lalu. Semuanya terekam jelas dalam sejarah kota yang sebagai ibukota Kabupaten sudah berusia 58 tahun lebih ini. Kabupaten Kotim yang beribukota di Sampit merupakan salah satu Kabupaten paling maju dan bergairah di Kalteng. Dapat dilihat dari geliat ekonominya yang begitu dominan digerakkan oleh sektor industri kehutanan dan perkebunan, atau letak geografisnya yang strategis sebagai pintu gerbang Provinsi Bumi Tambun Bungai. Sampit yang sampai sekarang telah mengalami pergantian bupati sebanyak 15 kali ini dahulunya merupakan kota bandar yang ramai. Karena dari Pelabuhan Sampit langsung dapat dikapalkan kegiatan ekspor dan impor. Negara tujuan ekspor di antaranya, Amerika Serikat, Belgia, China, Hongkong, Jepang dan beberapa negara Asia lainnya. Kota Sampit menjelma menjadi pusat perdagangan dan jasa di Kalteng yang tak dapat dipandang remeh.

Kerusuhan bernuansa SARA yang pernah terjadi pada awal tahun 2001 lalu benar-benar meluluh lantahkan kota ini. Pasca tragedi, kegiatan ekonomi, politik dan sosial menjadi sangat lemah. Tak ada kegiatan berarti, sepi aktifitas dan mobilitas, separuh warga menghilang, separuh sisanya seperti sedang mengheningkan cipta. Hingga enam bulan pasca kerusuhan, aktifitas pelabuhan dan pasar lumpuh total karena sebagian besar bangunan musnah terbakar. Kapal-kapal penumpang dan barang untuk beberapa bulan tak berani merapat. Sampit sebagai kota dagang dan pintu gerbang ekonomi Kalteng yang tadinya ramai berubah menjadi kota mati.

City Deploy

Perlahan Sampit mulai berbenah, infrastruktur yang rusak maupun hangus diperbaiki dan dibangun kembali. Iklim investasi membaik dengan hadirnya PBS (Perusahaan Besar Swasta) Sawit dan perusahaan-perusahaan baru lainnya yang menanamkan modalnya di Kabupaten ini. Hal itu berdampak terjadinya eksodus warga dari pulau jawa dan sumatera yang menjadi karyawannya. Koperasi dan pertokoan menjamur, hotel-hotel baru bermunculan bahkan yang berlabel bintang pun tak ketinggalan. Kini di Pelabuhan Sampit, setiap hari puluhan kapal barang merapat. Begitu juga kapal-kapal penumpang dari Surabaya dan Semarang kembali berlabuh di pelabuhan ini, dengan membawa ribuan pendatang. Badan Pusat Statistik Kotim mencatat, selama enam bulan terakhir pertambahan penduduk di kabupaten ini mencapai 5.000 jiwa lebih. Kondisi kini berubah, kota Sampit hidup kembali. Tergolong cepat bila mengingat kejadian mengerikan beberapa tahun silam.

Setelah pemekaran, wilayah Kabupaten Kotawaringin Timur terbagi menjadi 3 Kabupaten yaitu Katingan, Seruyan dan Kotawaringin Timur. Luas daerah Kotawaringin Timur yang tadinya berkisar 50.000 kilometer persegi menyusut hingga sekitar 17.000 kilometer persegi. Hal ini berdampak pada menyusutnya luas hutan dan lahan yang selama ini menjadi andalan. Saat ini sektor kehutanan masih menjadi penyumbang kontribusi terbesar, yaitu sebesar 26 persen dari total kegiatan ekonomi, disusul perdagangan 16 persen, tanaman pangan 12 persen, pengangkutan 10 persen, perikanan 8 persen, industri 6,5 persen dan perkebunan yang menyumbang 5,5 persen.

Walaupun di Kabupaten Kotawaringin Timur khususnya di kota Sampit pernah terjadi konflik horizontal dan telah pecah menjadi 3 kabupaten, namun menurut data BPS Kalimantan Tengah wilayah ini tetap menjadi penyumbang PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) terbesar bagi provinsi ini disusul Kabupen Kapuas ditempat kedua dan Kabupaten Kotawaringin Barat diposisi ketiga. Hal ini menunjukkan masih besarnya potensi dan sumber daya alam yang dimiliki Kabupaten Kotawaringin Timur.

Apabila ditelisik lebih dalam, Sampit sebagai ibukota sebuah kabupaten yang kaya tetaplah hanya sebuah kota kecil yang terkesan kumuh dengan gerak pembangunan infrastruktur yang sangat lambat. Walaupun sempat menyandang sebagai kota kecil terbersih pada tahun 1996 ditandai dengan berdirinya tugu adipura disekitar taman kota tetapi pada kenyataannya masih banyak yang perlu dibenahi termasuk pengelolaan sampah, sedikit sekali tong/tempat sampah yang ada di kota ini sehingga masih banyak masyarakat yang membuang sampah sembarangan, kemudian selokan dan drainase yang tersumbat dan mengeluarkan bau yang tidak sedap. Jadi, jangan heran banjir menjadi bencana tahunan rutin dan menghadiahi berbagai macam penyakit bagi masyarakat Sampit.

Wacana Pemekaran

Akhir-akhir ini marak terdengar wacana pembentukan provinsi baru sebagai pemekaran dari Provinsi Kalimantan Tengah yaitu Provinsi Barito Raya dan Provinsi Kotawaringin. Provinsi yang disebut terakhir tersebut diwacanakan akan terbagi dalam 5 kabupaten yaitu Kotawaringin Timur, Kotawaringin Barat, Seruyan, Lamandau, dan Sukamara. Wacana yang berputar di elite politik ini masih terus diperjuangkan.

Provinsi baru memang mutlak diperlukan bagi daerah yang luas seperti Kalimantan Tengah, apalagi mengingat negara ini merupakan negara besar yang tentu tidak cukup hanya memiliki 34 Provinsi saja apalagi bagi Provinsi Kalimantan Tengah yang memiliki wilayah yang sangat luas. Sistem yang ditawarkan negara ini dengan desentralisasi memungkinkan bagi daerah-daerah untuk mengembangkan daerahnya sendiri-sendiri. Tetapi sayang disaat sistem sudah terbuka namun tidak didukung perekonomian nasional yang juga sedang ambruk. Berikutnya Provinsi baru ini pun masih berupa perjuangan elite, hanya sekedar perjuangan para pemimpin lokal yang tak lepas dengan kepentingan-kepentingannya masing-masing. Sementara itu tidak demikian dengan situasi di akar rumput, masyarakat di kelima Kabupaten tersebut tidak terlalu peduli, bahkan tidak sedikit yang dengan tegas menolak. Terlebih bagi masyarakat yang ada di Kabupaten Kotawaringin Timur khususnya di kota Sampit, pemekaran provinsi yang diwacanakan tersebut tidak akan berpengaruh besar bagi perkembangan dan kemajuan kota ini karena kecilnya kemungkinan bagi Sampit sebagai ibukotanya.

Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur sendiri saat ini sedang mengupayakan terbentuknya Pemerintahan Kota (Kotamadya) dengan memecah Kabupaten Kotawaringin Timur menjadi pemerintahan sendiri dan Kota Sampit sebagai wilayah Administratif sendiri. Dengan terbentuknya Pemerintah Kota Sampit diharapkan mampu meciptakan Kota Sampit sebagai wilayah perkotaan yang mandiri sehingga strategi pembangunan dan pelayanan masyarakat dapat lebih terfokus yang ujungnya adalah tercapainya kesejahteraan bagi masyarakatnya.

Menjadi jelas bahwa pemekaran Provinsi Kotawaringin bukan sesuatu yang diperlukan bagi masyarakat Kotawaringin Timur khususnya kota Sampit, yang dibutuhkan masyarakat Kotawaringin Timur saat ini adalah pendidikan dan layanan kesehatan yang murah bahkan gratis serta terbukanya jalur transportasi ke daerah pedesaan. Dengan begitu apa yang kita dan para pencetus terbentuknya Kabupaten Kotawaringin Timur dan kota Sampit yaitu kesejahtaraan masyarakat dapat tercapai. Amien.
 
Sumber: http://ericksihombing-blog.blogspot.com (31/05/2008)
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url
Related Post
Kabupaten Kotawaringin Timur,Kalimantan Tengah,Kota Sampit