Tarian Serampang XII merupakan aset budaya Melayu Sumatera Utara. Dahulu
tarian ini
diciptakan sebagai tari pergaulan di lingkungan Kesultanan Negeri Serdang pada masa pemerintahan Tuanku Sulaiman Shariful Alamshah.
Kemudian pada masa Pemerintahan Presiden Soekarno, tari ini diangkat menjadi Tari Pergaulan dan disebarkan ke seluruh Indonesia bahkan sampai Manca Negara.
tarian ini
diciptakan sebagai tari pergaulan di lingkungan Kesultanan Negeri Serdang pada masa pemerintahan Tuanku Sulaiman Shariful Alamshah.
Kemudian pada masa Pemerintahan Presiden Soekarno, tari ini diangkat menjadi Tari Pergaulan dan disebarkan ke seluruh Indonesia bahkan sampai Manca Negara.
Namun sayangnya persebaran tari ini juga tidak diimbangi dengan kepedulian serta kecintaan generasi muda sehingga ada faktor kemungkinan tari ini suatu saat akan terlupakan ataupun akan di klaim oleh pihak lain. Lantas sejauh mana
keberlangsungan tarian ini di era modern dan globalisasi saat ini?, berikut petikan wawancara dengan Tengku Mira Sinar, salah satu keturunan Kesultanan Negeri Serdang yang terus aktif melestarikan Tarian Serampang XII di bawah Sinar Budaya Group.
Bagaimana awalnya historis keberadaan Tari Serampang XII menjadi salah satu kehidupan adat Melayu?
Tarian dan lagu ini mendapat pengaruh dari Portugis ataupun Spanyol. Keduanya dapat dibenarkan sebab kedua negara tersebut dahulu menjadi satu negara di bagian paling barat benua Eropa. Oleh karena langkahnya dinamis serta gembira, dan bagi para penari dapat menunjukkan kesigapan, gaya dan keindahan seni tari, maka ia diterima oleh masyarakat di Sumatera Timur. Hanya saja penerimaan itu tidak didasarkan pada wujud dan maksud tari itu. Kebanyakan penari laki-laki hanya menunjukkan bahwa ia tahan lama menari, tidak memperdulikan aturan-aturan dan maksud tari itu. Sebabnya ialah penerima tari tidak hendak menyelidiki maksud tari itu, ketika mempelajarinya dan tidak pula mau mencocokkannya dengan kepentingan-kepentingan daerah.
Tari Serampang XII itu disusun dan diatur serta dicocokkan dengan adat istiadat di daerah pesisir Sumatera Timur oleh penciptanya Guru Sauti, sehingga wujud dan maksud tari serampang XII itu menunjukkan kisah bagaimana dua sejoli memendam cinta dan cara-cara menyatakan cinta kepada seorang Pemuda jika ia pemudi. Dan kepada Pemudi jika ia Pemuda, serta teguhnya mereka itu memegang adat.
Apakah tarian ini merupakan tarian khas Melayu di bawah Kesultanan Serdang?
Pada dasarnya tari Serampang XII adalah tari yang diciptakan sebagai tari pergaulan di lingkungan Kesultanan Negeri Serdang pada masa pemerintahan Tuanku Sulaiman Shariful Alamshah. Seiring perkembangan zaman maka Tuanku Sultan mengizinkan Guru Sauti untuk mengajarkan tari ini ke daerah diluar Kesultanan Negeri Serdang, dan pada masa Pemerintahan Presiden Soekarno tari ini diangkat menjadi Tari Pergaulan dan disebarkan ke seluruh Indonesia bahkan sampai Manca Negara.
Apakah ada sosok dibalik terciptanya tarian ini?
Pencipta Serampang XII, Guru Sauti adalah seorang Seniman kelahiran Perbaungan yang memperoleh kesempatan sekolah, belajar menari dan memainkan alat musik di Istana Darul arif. Sedangkan Baginda Tuanku Sultan Sulaiman Shariful Alamshah adalah Sultan melayu yang dipandang sebagai tokoh utama dalam perkembangan seni pertunjukan itu tidak saja memberikan kesempatan tetapi turut berkecipung langsung dan menata, turut menggembirakan serta menularkan semangat berkesenian kepada sanak keluarga serta warga Serdang yang mendapat kesempatan belajar menari, menyanyi dan memainkan alat musik di istananya.
Mengapa diberi nama Tari Serampang XII?
Serampang: alat untuk menangkap ikan berbentuk tombak dengan sula bermata tiga. Kaitannya dengan tari serampang XII terlihat pada ragam 9, yaitu gerak lonjak seakan seperti orang menyerampang (menombak berkali kali).
Kaitannya dengan serampang laut: pada masanya tempo lagu yang tercepat adalah lagu serampang laut maka diambillah nama serampang sedangkan lagunya pulau sari, nama XII diambil dari XII ragam geraknya sehingga terciptalah nama tari Serampang XII. Lagu yang namanya dimulai dengan kata pulau adalah lagu yang bertempo rumba (Mak Inang) seperti Pulau Kampai, Pulau Putri. Sedang Serampang XII temponya quick step atau 3/8.
Apakah makna terkandung di dalam tarian ini?
Pencipta tarian ini mengikuti kehendak masyarakat dengan mencocokkan tarinya menjadi 12 ragam. Tari yang mengkisahkan “CINTA SUCI” sejak dari pandangan pertama disudahi dengan akad nikah dan perasmian perkawinan antara pemuda dan pemudi yang telah mabuk kepayang itu dengan persetujuan ibu bapa kaum keluarga semuanya.
Sebenarnya apa kekhususan atau keunikan Tari Serampang XII, dibanding dengan tarian adat Melayu lainnya?. Keunikan tari Serampang XII adalah selain tari ini bertempo paling cepat dibandingkan dengan tari melayu yang lain, gerakan juga lebih dinamis serta mempunyai makna yang lebih jelas dari tiap ragam tarinya.
Apakah dalam adat Melayu Serdang, persembahan Tari Serampang XII, biasanya dipertunjukan untuk kegiatan khusus?
Dahulu pada masanya tari Serampang XII selalu dipertunjukan pada saat perayaan-perayaan besar di Istana, seiring perkembangan zaman maka tari ini sekarang selalu dipertunjukan pada setiap pertunjukan seni.
Bagaimana perkembagan Tari Serampang XII saat ini?
Sejak diciptakan, tari ini telah mengalami persebaran ke berbagai daerah, hal ini membuat tari serampang XII sangat terkenal di berbagai daerah pula, akan tetapi persebaran ini juga membuat tari ini mengalami pergeseran teknik menari disebabkan transformasi tari ini hanya pada bentuk tarinya saja tidak disertai dengan penguasan teknik yang sebenarnya sehingga membuat tari ini mulai mengangalami perubahan atau bisa disebut pendangkalan teknik menari, persebaran tari ini juga tidak diimbangi dengan kepedulian serta kecintaan generasi muda sehingga ada faktor kemungkinan tari ini suatu saat akan terlupakan ataupun akan di klaim oleh pihak lain.
Bagaimana menurut Anda agar Tari Serampang XII tetap lestari sebagai dan jati diri budaya Indonesia?
Ada berbagai cara agar kesenian ini tetap lestari seperti dengan menjadikan tari ini sebagai asset daerah yang berarti pemerintah melakukan proteksi terhadap kesenian ini sehingga tidak di klaim oleh pihak lain, juga dengan memasukkan tari ini ke dalam ruang pendidikan sebagai muatan lokal dengan mengajarkannya pada generasi muda tanpa melepas aspek kualitas keaslian baik secara bentuk maupun teknik menari juga pemahaman dari gerak tari itu sendiri, dan bila dilihat dari sudut pandang seni pertunjukan juga pelestarian dapat dilakukan dengan seringnya dibuat berbagai kegiatan-kegiatan ataupun festival-festival perlombaan tari ini sehingga secara tidak langsung membuat para pelaku seni tari ini lebih memahami keaslian baik secara bentuk maupun teknik dalam tari tersebut.
Apa yang dilakukan Kesultanan Serdang agar tarian ini tetap terpelihara?
Pada masa Presiden Soekarno, kegiatan seni dan budaya sangat giat digalakkan. Tengku Luckman Sinar adalah salah satu dari Duta Budaya yang diutus Presiden Soekarno untuk memperkenalkan budaya Indonesia ke mancanegara, dan Tengku Luckman Sinar adalah termasuk orang yang pertama sekali memperkenalkan tari Serampang XII ke dunia Internasional dengan menarikannya di beberapa negara Eropa Timur seperti Moskow dan lain-lain.
Dalam perjalanan Kesultanan Negeri Serdang, dimasa kepemimpinan Tengku Luckman Sinar, SH. bergelar DYM. Tuanku Luckman Sinar Basarshah-II, SH. (Sultan Serdang VIII), beliau menginventarisir seluruh kekayaan intelektual dan budaya Serdang yang termasuk di dalamnya Tari Serampang XII sebagai salah satu kekayaan bangsa dan mendaftarkannya ke Dirjen HAKI dengan no. 049720 Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Dirjen HAKI RI.
Almarhum DYM. Tuanku Luckman Sinar Basarshah-II SH, mendirikan Sinar Budaya Group pada tahun 1989, yang berkonsentrasi dibidang seni dan budaya, dengan materi pembelajaran awal dasar tari wajib melayu yang salah satunya adalah Tari Serampang XII. Sejak tahun 2003 Sinar Budaya Group dipimpin oleh Tengku Mira Sinar.
Tengku Mira Sinar telah merangkum 8 dasar tari Melayu karya Guru Sauti kedalam sebuah buku berjudul Teknik Pembelajaran Dasar Tari Tradisional Melayu. Buku ini menjadi buku refernsi Universitas Negeri Medan dan Palembang pada jurusan Sendratasik (seni, drama, tari dan music). (Coki Simatupan)