HUKUM AGRARIA




A.   Latar Belakang Masalah
Fakta tentang adanya hubungan yang erat antara manusia dengan tanah dapat dipandang sebagai fakta hukum, yaitu fakta atau kenyataan yang diatur dan diberi akibat oleh hukum, sehingga dapat juga disebut dengan rechsfeiten. Rechtsfeiten disini diartikan dengan peristiwa-peristiwa hukum, yaitu peristiwa yang terjadi di dalam masyarakat yang diatur dan diberi akibat oleh hukum.[1]Hubungan antara manusia dengan tanah, tidak terkecuali di Indonesia, senantiasa diatur oleh hukum. Hukum yang mengatur hubungan antara manusia dengan tanah di Indonesia sebelum kemerdekaan, pada satu pihak diatur oleh hukum adat. Pada pihak lain diatur pula oleh hukum tanah Kolonial Belanda yang berpangkal pada Agrarische Wet Staatblad 1870 Nomor 55. Semenjak kemerdekaan Republik Indonesia, hubungan antara manusia dengan tanah di Indonesia, prinsip dasarnya ditetapkan oleh Pasal 33 Ayat (3) Undang-undang Dasar 1945. Ketentuan Pasal 33 Ayat (33) Undang-Undang Dasar 1945 ini, semenjak tanggal 24 September 1960 dijabarkan lebih lanjut oleh Undang-undang Pokok Agraria Nomor 5 tahun 1960.[2]

Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia bahkan untuk matipun manusia masih memerlukan sebidang tanah. Jumlah tanah yang dapat di kuasai oleh manusia senantiasa bertambah. Selain bertambah banyaknya jumlah manusia yang memerlukan tanah untuk tempat tinggal juga kemajuan dan perkembangan ekonomi, sosial, budaya, perkantoran pabrik – pabrik dan tempat hiburan. [3]Berhubung oleh karena itu, bertambah lama dirasakan seolah-olah tanah menjadi sempit menjadi sedikit sedangkan permintaan selalu betambah, maka tidak heran kalau nilai tanah jadi meningkat tinggi. Tidak seimbangnya antara persediaan tanah dengan kebutuhan akan tanah itu, telah menimbulkan berbagai persoalan yang banyak segi-seginya[4], dan tentunya akan terlibat juga hukum-hukum yang berkaitan dengan tanah. Permasalahan pertanahan merupakan permasalahan yang mendasar yang menyangkut dengan kepentingan umum, antara lain masyarakat, pemerintah, maupun badan-badan usaha yang memerlukan bidang tanah baik untuk pemukiman atau untuk suatu kegiatan usaha lainnya.

Berbicara mengenai permasalahan pertanahan di Indonesia, terdapat suatu permasalahan yang berkaitan dengan tanah emplasement di kabupaten Sleman dimana terdapat penguasaan tanah  oleh PT Kereta Api  secara yuridis. Tanah tersebut karena belum akan digunakan maka akhirnya disewakan kepada warga penyewa yang menimbulkan adanya perjanjian sewa-menyewa antara keduanya, PT. KAI Sleman sebagai pihak yang menyewakan dan warga yang menggunakan tanah itu sebagai pihak penyewa. Penyewaan yang dilakukan oleh PT. KAI tersebut adalah sebagai hak pengelolaan atas tanah oleh PT. KAI.

Penguasaan tanah PT. KAI mempunyai tujuan untuk dipergunakan dalam rangka penguasaan potensi dan peningkatan peranan perkeretaapian yang terkait dengan sarana, prasarana, dan fasilitas penunjang. Ditinjau dari segi historisnya, tanah PT.KAI berasal dari aset perusahaan Kereta Api Negara (Staats Spoorwage=SS) dan aset perusahaan-perusahaan Kereta Api Belanda yang telah dinasionalisasikan berdasarkan Undang Undang No. 86 Tahun 1958 Jo. Peraturan Pemerintah No. 40 dan No. 41 Tahun 1959, semuanya menjadi aset Djawatan Kereta Api. Pada saat terjadinya likuidasi pada tahun 1958 dengan UU No. 86 Jo. Peraturan Pemerintah No. 40 dan No. 41 tahun 1959,  maka tanah-tanah perkeretaapian akan dikuasai oleh Djawatan yang menurut Peraturan No. 8 tahun 1953 adalah organisasi suatu menteri yang berdiri sendiri. [5]Adapun pelaksanaan konversinya dilakukan menurut ketentuan dari Peraturan Menteri Agraria No. 9 tahun 1965 Jo. Peraturan Menteri Agraria No. 1 tahun 1966 hak penguasaan yang dikuasai instansi pemerintah dikonversi menjadi hak pakai apabila ingin digunakan untuk kepentingan sendiri, dan dikonversi menjadi hak pengelolaan apabila selain digunakan untuk kepentingan sendiri dimaksudkan juga untuk diberikan kepada masyarakat.

Dewasa ini yang sedang hangat dibicarakan adalah tentang perjanjian sewa-menyewa antara PT. KAI dan warga pengguna tanah milik PT. KAI yang belum digunakan. Permasalahan yang timbul adalah ketika tanah yang telah disewakan akan digunakan oleh PT. KAI sehingga mau tidak mau PT. KAI harus melakukan penggusuran terhadap bangunan baik itu permanen maupun semi-permanen. Hal inilah yang memicu warga yang menyewa melakukan penuntutan ganti rugi atas bangunan yang telah mereka dirikan. Polemik inilah yang menimbulkan pertanyaan besar bagi peneliti tentang adanya perbedaan pendapat tentang siapa yang lebih dirugikan antara PT. KAI dan warga yang menyewa tanah tersebut.

B.    Pokok Masalah
Berangkat dari latar belakang masalah yang ada, pokok masalah yang diambil dalam penelitian ini adalah :
1.    Bagaimana proses sewa-menyewa tanah milik PT. KAI di Kabupaten Sleman?
2.    Siapa pihak yang lebih dirugikan antara warga penyewa dan PT. KAI apa bila terjadi  penggusuran?
3.    Bagaimana proses penyelesaian terhadap permasalah penggusuran?

C.    Telaah Pustaka
Berdasarkan penelusuran literatur mengenai masalah hukum agraria yang berkaitan dengan tanah milik PT. Kereta Api di Indonesia, ternyata terdapat karya tulis berbentuk hasil penelitian yang mengupas masalah tersebut. Diantaranya tesis Noviliana Ratna Kusumawati dengan judul “Upaya Penentuan Hak Penguasaan dan Penggunaan Tanah PT. Kereta Api oleh Masyarakat (Stusi Kasus di Kabupaten Demak)”. Beliau menggunakan pendekatan yuridis empiris dalam analisisnya dengan menjelaskan upaya masyarakat emplasemen Kabupaten Demak, untuk memperoleh Hak Milik akan tercapai jika ada persetujuan dari Menteri Keuangan dan upaya yang dapat dilakukan terlebih dahulu adalah masyarakat melakukan permohonan ke PT. Kereta Api agar segera mengajukan Hak pengelolaan ke Kantor Pertanahan, kemudian masyarakat diberikan Hak Guna Bangunan di atas Hak Pengelolaan dan Pemda Hak Pakai di atas Hak  pengelolaan, solusi lain, dapat dilakukan juga dengan jalan PT. Kereta Api melakukan upaya meminta kepada perusahaan untuk mencoret  tanah yang ada di emplasemen. Kabupaten Demak itu untuk dikeluarkan dari daftar aset perusahaan(Persero), untuk menjadi tanah negara bebas dan masyarakat dapat memohonkan tanah negara bebas tersebut kepada Menteri Negara Agraria/Kepala BPN untuk menjadi status hak tertentu, dengan persetujuan Presiden/ Menteri Keuangan. Hingga akhirnya Masyarakatpun bisa memperoleh  hak milik apabila mengajukan permohonan sesuai dalam Peraturan Menteri Agraria No. 9 Tahun 1999 tentang ketentuan-ketentuan tata cara pemberian dan pembatalan Hak atas Tanah Negara dan Pengelolaannya.[6]

Karya tulis lain selanjutnya berbentuk skripsi adalah karya Kisna Witono Seto berjudul “Pemanfaatan Tanah Milik PT. Kereta Api Indonesia oleh Masyarakat Baturetno Kecamatan Baturetno Kabupaten Wonogiri”. Dari penelitiannya, beliau menjelaskan mengenai  masalah yang dihadapi dalam pemanfaatan tanah oleh PT. KAI, masyarakat, dan pemerintah; kebijakan PT. KAI dalam menyikapi permasalahan tanahnya yang dimanfaatkan oleh warga desa Baturetno kecamatan Baturetno kabupaten Wonogiri dan tindak lanjut PEMDA kabupaten Wonogiri dalam mengatasi permasalahan pemanfaatan tanah PT. KAI oleh warga desa Baturetno kecamatan Baturetno.[7]

Demikianlah beberapa telaah pustaka yang telah dilakukan, penelitian tentang realitas penggusuran yang dilakukan oleh PT. KAI khususnya kabupaten Sleman atas adanya persewaan yang terjadi sampai saat ini belum pernah dlakukan. Untuk itu perlu dilakukan penelitian guna memberikan penjelasan bagaiman praktik dan tinjauan perspektif hukum dalam meresponnya.
                                                                                                 
D.   Kerangka Pemikiran
Dalam hukum positif, konsep sewa-menyewa menyatakan bahwa hak milik atas barang yang disewakan tetap berada ditangan pihak yang menyewakan, maka pada hakekatnya keadaan sewa-menyewa ini sudah selayaknya tidak dimaksudkan untuk berlangsung terus-menerus, melainkan terbayang di kemudian hari pemakaian dan pemungutan hasil dari barang tersebut pasti kembali lagi kepada pemiliknya atau pihak yang menyewakan.[8]

Selanjutnya yang dimaksud sewa-menyewa sebagaimana yang tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Bab Ketujuh Tentang Sewa-Menyewa Bagian Kesatu pasal 1548 ialah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan suatu barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran sesuatu harga, yang oleh pihak tersebut belakangan itu disanggupi pembayarannya.[9]

Di hubungkan dengal hal tersebu maka dapat di simpulkan bahwa adanya polemik tentang persengketaan dalam proses penggusuran sudah pasti ada. namun di sinilah tugas peneliti, guna memaparkan siapa pihak-pihak yang lebih di rugikan saat terjadi penggusuran dan adanya ganti rugi yang harus di berikan terhadap bangunan yang akan di gusur dan bagai mana para phak-piahak yang terkait harus menyikapi hal tersebut.
E.    Metode Penelitian
1.    Jenis penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (Field Research). Data primer (sumber data utama) diperoleh dari pihak-pihak yang terkait secara langsung melakukan sewa-meyewa tanah milik PT. KAI baik dari pihak PT. KAI sebagai yang menyewakan maupun dari pihak warga sebagai pihak penyewa.
2.    Sifat Penelitian
Adapun sifat dari penelitian ini adalah deskriptif-analitis, antara lain peneliti akan menjelaskan secara objektif mengungkap dan menyimpulkan masalah, keadaan, peristiwa atau objek yang diteliti sebagaimana fakta yang ada di lapangan.
3.    Metode Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang obyektif dalam penelitian ini, maka pengumpulan data dilakukan dengan cara:
a.         Penelitian Lapangan (Field Research) sebagai data primer
Penelitian lapangan yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk  memperoleh data primer dengan cara terjun langsung  ke lapangan. 
b.        Penelitian Kepustakaan (Library Research) sebagai data sekunder
Penelitian kepustakaan yaitu penelitian yang dilakukan dengan menghimpun data dari berbagai literatur baik di perpustakaan maupun di tempat lain. Literatur yang digunakan tidak terbatas pada buku-buku tetapi juga bahan-bahan dokumentasi serta artikel-artikel yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.
4.    Pendekatan Masalah
Penelitian ini merupakan suatu penelitian yang bersifat normatif atau  yuridis dan sosiologis atau empiris, maka metode pendekatan yang akan  digunakan untuk memecahkan permasalahan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan doktrinal dan non-doktrinal. Pendekatan  doktrinal yaitu penelitian yang bersifat normatif kualitatif atau bisa juga dikatakan sebagai penelitian kepustakaan (library research). Sementara itu pendekatan non doktrinal yang bersifat kuantitatif, di mana hukum di  konsepkan sebagai pola-pola prilaku sosial Sedangkan dalam perspektif empiris dimaksudkan untuk mengetahui tentang keadaan yang sebenar-benarnya yang ditemukan di lokasi penelitian yaitu  untuk mendapatkan gambaran sejelas jelasnya mengenai bagaimana proses dan hal-hal yang timbul dari perjanjian sewa-menyewa tanah milik PT. KAI.
5.    Analisa Data
Data-data yang berhasil dihimpun akan dianalisis untuk menarik kesimpulan dengan metode analisis kualitatif.

F.    Pembahasan
Makin menyempitnya area tanah untuk perumahan di kota-kota besar, yang akhirnya memasa maasyarakat untuk mencari alternatif lain selain membeli tanah untuk menjadi hak milik



[1] E. Utrecht, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, PT. Universitas, 1966, hal. 244.
[2] Ramli Zein, Hak Pengelolaan Dalam Sistem UUPA, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1995, hal. 8.
[3]http://www.mediawartapos.co.cc/2021/11/sewa-menyewa-tanah-illegal-pt.html
[4] K.Wantjik Saleh, Hak Anda Atas Tanah, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982, hal.7
[5] Agus Riyadi, Studi Tanah-Tanah yang Dikuasai Perumka di Kabupaten Daerah Tingkat II Wonogiri, Skripsi STPN Yogyakarta, 1998, Hal 2-3.
[6] Noviliana Ratna Kusumawati, “Upaya Penentuan Hak Penguasaan dan Penggunaan Tanah PT. Kereta Api oleh Masyarakat (Stusi Kasus di Kabupaten Demak)”, Tesis tidak diterbitkan, Semarang: Program Pascasarjana Universitas Diponegoro dalam bidang Kenotariatan, (2021).
[7] Kisna Witono Seto, “Pemanfaatan Tanah Milik PT. Kereta Api Indonesia oleh Masyarakat Baturetno Kecamatan Baturetno Kabupaten Wonogiri”, Skripsi tidak diterbitkan, Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dalam bidang Hukum, (2021).
[8]Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu, Bandung: Sumur, 1991, hal. 49.
[9]Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta: Pradnya Paramita, 2006, hal. 381.
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url