Keputusan Sebagai Instrumen Hukum Administrasi Negara.



Keputusan Sebagai Instrumen Hukum Administrasi Negara.
Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi
Mata Kuliah Hukum Administrasi Negara
Dosen Pengampu :
Nurainun Mangungsong, SH., M.Hum
Disusun Oleh:
Zainur Ridlo               : 10340079

PROGRAM STUDY ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN-KALIJAGA YOGYAKARYA
2021




Pendahuluan
Sebelum makalah ini masuk dalam pokok pembahasan dan analisis, penulis akan mencoba mendefinisikan dari judul “Keputusan Sebagai Instrumen Hukum Administrasi Negara”, yang akan memudahkan untuk melakukan pembahasan ini, lebih jelas dan memudahkan membahasan secara sistematis penulis akan member pengarahan tentang judul yang di maksudkan.
            Dalam UU NO.5 tahun 1996 Tentang PTUN pasal 1 ayat 3 dirumuskan definisi keputusan adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha Negara yang berisi tindakan hokum tata usah Negara yang berdasarkan peraturan perundangan-undangan yang berlaku, yang bersifat konkrit individual dan final yang menimbukan akibat hokum bagi seseorang atau badan hokum perdata.[1]
            Didalam melakukan tindakan hukum (rechtshandelingen) dan atau tindakan faktual (feitelijke handelingen), Pejabat/Badan administrasi pemerintahan memiliki instrumen pemerintahan. Menurut Ridwan HR, instrumen pemerintahan yang dimaksudkan dalam hal ini adalah alat-alat atau sarana-sarana yang digunakan oleh pemerintah atau administrasi negara dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahan, pemerintah melakukan berbagai tindakan hukum dengan menggunakan sarana atau instrumen seperti alat tulis menulis, sarana transportasi, gedung-gedung perkantoran, dan lain-lain, yang terhimpun ke dalam publiek domain atau kepunyaan publik. Disamping itu, pemerintah juga menggunakan berbagai instrumen yuridis dalam menjalankan kegiatan, mengatur dan menjalankan urusan pemerintahan dan kemasyarakatan, seperti peraturan perundang-undangan, keputusan-keputusan, peraturan kebijaksanaan, perizinan, dan sebagainya[2]
            Kemudian atas keputusan atau penetapan lainnya yang dinamakan keputusan penetapan declaratoir (deklarator) yaitu kepeutusan yang maksudnya mengakui suatu hak yang sudah ada. Keputusan itu mengandung pernyataan bahwa yang bersangkutan dapat diberikan haknya karena telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan.
Syarat-syarat suatu Ketetapan/keputusan, Suatu Ketetapan harus memenuhi syarat-syarat agar ketetapan itu menjadi sah, yaitu :
1. Dibuat oleh alat/ pejabat yang berwenang
2. Tidak boleh kekurangan Yuridis
3. Bentuk dan cara sesuai dengan peraturan dasar
4. Isi dan tujuannya sesuai dengan peraturan dasar
5. Menimbulkan akibat hokum.
            Saya disini sebagai penulis memberikan persamaan yang hampir signifikan antara keputusan dan ketetapan, dalam instrument administrasi Negara, karena penulis mengacu kepada Dalam UU NO.5 tahun 1996 Tentang PTUN pasal 1 ayat 3. karena acuan secara yuridis yang penulis pandang ada persamaan yang berdasar, hanya bedahnya suatu keputusan yaitu masih dalam ungkapan yang belum di tetapkan secara yuridis, dalam hal ini keputusan adalah suatu proses menuju ketetapan.
Yang melatar belakangi penulis, untuk menulis tentang keputusan instrument administrasi Negara, dari ketidak tahuan dan ketertarikan  untuk mengetahui suatu hal yang berkaitan dengan keputusan yang dilaksanakan oleh badan hukum administrasi Negara.
Rumusan masalah, Penulis mencoba menguraikan cirri-ciri keputusan atau ketetapan yang bijaksana? …. Bagaimana praktek penerbitan keputusan telah dilakukan oleh Badan/Pejabat Administrasi Pemerintahan (analisis)?..........
Tujuan tulisan ini di buat oleh penulis pertama sebagai untuk memenuhi tugas hokum administrasi Negara, dan ada yang lebih penting dari hal tersebut yaitu bagaimana, penulis dapat memahami tentang suatu Keputusan Sebagai Instrumen Hukum Administrasi Negara untuk bisa memahami bagian dari hokum administrasi Negara, yang pada dasarnya adalah bagin dari ilmu hokum.
            Hal lain tujuan untuk menulis tentang judul diatas, agar bisa mengetahui keputusan tersebut bukan hanya sebagai dari penetapan tapi keputusan tersebut bersifat bijaksa dan dapat untuk kepentingan umum, yang mengedepankan keadilan,dalam mengeluarkan suatu keputusan atau penetapan.

25, oktober, 2021


Zainur Ridlo
Pembahasan.
Adapun mengenai produk hukum berupa Keputusan Presiden, dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan tersebut diatas, maka selanjutnya hanya akan berisi keputusan (beschikking), karena dalam bentuknya sebagai peraturan (regeling) harus dituangkan dalam produk hukum berupa Peraturan Presiden sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 56 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 yang menyebutkan “semua Keputusan Presiden, Keputusan Menteri, Keputusan Gubernur, Keputusan Bupati/Walikota, atau keputusan pejabat lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 yang sifatnya mengatur, yang sudah ada sebelum Undang-Undang ini berlaku harus dibaca peraturan, sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini”[3].
Dalam berkehidupan sehari-hari di dalam masyarakat pasti ada suatu proses administrasi, dan dimana kita ketahui semua yang namanya suatu keputusan ada cirri-ciri keputusan atau penetapan yang bersifat positif, hal ini di bagi dalam 5 (lima) golongan  yaitu[4] :
a.       Keputusan atau penetapan yang ada umumnya melahirkan/menimbulkan keadaan hokum baru (rechtscheppende/contitutieve becchikking). Misalnya  pemberian izin pada suatu PT dan pemberikan ijazah pada seorang sarjana perguaruan inggi negeri atau swasta yang disamakan.
b.      Keputusan atau penetapan yang melahirkan/menimbulkan keadaan hokum barubagi objek tertentu.
c.       Keputusan atau penetapan yang mendirikan dan atau membubarkan badan hokum.
d.      Keputusan atau penetapan yang menimbulkan hak-hak  baru kepada seseorang atau beberapa orang (menguntungkan)
e.       Keputusan atau penetapan yang membebankan kewajiban baru kepada seseorang atau lebih.
Dan juga kita ketahui bahwa ada suatu keputusan yang bermakna positif maka juga ada suatu makna yang bersifat negative, dari suatu keputusan yang berciri-cirikan dari keputusan yang negative yaitu:
a.       Suatu pernyataan tidak berwenang (Onbevoegheid)
b.      Pernyattan tidak diterima ( niet ontvangkelijk verlaring)
c.       Suatu penolakan. [5]
Keputusan yang bersifat konsitutif adalh merupakan bagain dari keputusan atau penetapan yang bersifat positif, dimana keputusan menimbulkan suatu hak baru yang sebelumnya tidak di punyai oleh seorang yang namanya tercantum dalam keputusan itu ( rechssheppende beschikking). Karena UU masih bersifat abstrak (umum) maka kedalm kejadian konkrit . misalnya pemberian cuti libur bagi seorang pegawai. UU poko kepengawai NO.8 tahun 1974 keputusan yang kontiyutif sering disebut sebagai keputusan yang menentukan sedangkan deklator disebut keputusan atau penetapan yang menyatakan.[6]
Sedangkan peraturan kebijakan oleh Badan/Pejabat administrasi pemerintahan yang lainnya dalam bentuknya sebagai keputusan, didalam Rancangan Undang-Undang Administrasi Pemerintahan diatur bahwa keputusan kebijakan (beleid beschikking) atau untuk lebih mudah disebut sebagai keputusan diskresi masih dapat dilakukan dengan batasan-batasan yang ditentukan[7]
Sebagai contoh dalam kasus konkrit, beberapa orang Guru yang tergabung di dalam Dewan Pendidikan Kabupaten Rembang periode 2021-2021 yang dibentuk melalui mekanisme konferensi sebagai lanjutan dari Keputusan Bupati Rembang Nomor 614 Tahun 2002 tanggal 12 Desember 2002 tentang Penetapan Dewan Pendidikan Kabupaten Rembang Tahun 2002 pernah menggugat Bupati Rembang berkaitan dengan diterbitkannya Keputusan Bupati Rembang Nomor : 420/310/2021 tertanggal 7 April 2021 tentang Penetapan Dewan Pendidikan Kabupaten Rembang Masa Bakti 2021-2021 yang dibentuk oleh Bupati tanpa melalui mekanisme konferensi sehingga menyebabkan telah terdapat 2 (dua) Dewan Pendidikan di Kabupaten Rembang.
Dalam gugatannya Penggugat merasa dirugikan dengan diterbitkannya surat keputusan obyek sengketa karena dualisme Dewan Pendidikan di Kabupaten Rembang telah membuat Penggugat tidak legitimate serta menimbulkan kebingungan masyarakat. Selanjutnya PTUN Semarang dalam Putusannya4 telah mengabulkan gugatan Penggugat, menyatakan batal obyek sengketa dan memerintah kepada Bupati Rembang untuk mencabut surat keputusannya tersebut.
Dari kasus yang terjadi dalam proses adminitrasi, dalam Desember 2002 tentang Penetapan Dewan Pendidikan Kabupaten Rembang Tahun 2002, dalam hal ketika kita kaji secara yuridis ketidak sahnya penetapan dewan pendidikan kab. Rembang karena seperti yang sudah dijelaskan bahwa ada dualisme sebagai ketua, hal ini tentu batal karena hokum, seperti yang di jelaskan Nomor : 420/310/2021 tertanggal 7 April 2021 tentang Penetapan Dewan Pendidikan Kabupaten Rembang Masa Bakti 2021-2021 yang dibentuk oleh Bupati tanpa melalui mekanisme konferensi sehingga menyebabkan telah terdapat 2 (dua) Dewan Pendidikan di Kabupaten Rembang.
Dalam teori di atas juga dijelaskan salah satu dari ciri-ciri yang berhubungan dengan keputusan atau penetapan yang bersifat negative, yaitu adanya suatu penolakan, dari kasus di atas yang ditetapakan dengan adanya dualisme ketua maka, hal tersebut terjadi permaslahan dalam proses hokum administrasi dalam suatu lembaga Negara dan hal ini menimbulkan akibat hokum.
Dari proses yang dilakukan penetapan tidak melalui proses yang sesuai dengan, Syarat-syarat suatu Ketetapan/keputusan, Suatu Ketetapan harus memenuhi syarat-syarat agar ketetapan itu menjadi sah, yaitu :
1. Dibuat oleh alat/ pejabat yang berwenang
2. Tidak boleh kekurangan Yuridis
3. Bentuk dan cara sesuai dengan peraturan dasar
4. Isi dan tujuannya sesuai dengan peraturan dasar
5. Menimbulkan akibat hokum.
Dari cara digunakan saja tidak sesuai dengan caranya benar, oleh Bupati tanpa melalui mekanisme konferensi hal ini tidak sesuai dengan wewenang dan ada penyalah gunakan wewenang.
 
Penutup :
            Dari pembahas makalh penulis di atas mencoba menyimpulkan makalh ini lebih mengerucut, dan lebih jelas untuk di pahami kita bersama tanpa ada suatu hal yang perlu di tanyakan, tapi pada dasarnya makalh ini penuh dengan kesalahn mankanya dari itu juga perlu banyak hal yang di pertanyakn dan diperbaiki.
Tak lupa harus perhatikan syarat-syarat agar ketetapan itu menjadi sah, yaitu :
1. Dibuat oleh alat/ pejabat yang berwenang
2. Tidak boleh kekurangan Yuridis
3. Bentuk dan cara sesuai dengan peraturan dasar
4. Isi dan tujuannya sesuai dengan peraturan dasar
5. Menimbulkan akibat hokum.

Dari kesimpulan di atas sebagai berikut ini:
Adanya suatu yang perlu kita perhatikan dalam kegiatan administrasi yaitu harus sesuai dengan prosedur yang berlaku dan tidak melanggar dari proses administrasi tersebut unutk mencapai suatu produk suatu penetapan ataupun keputusan yang di hasilkan agal menghasilkan keputusan yang bijaksana, dan kebijaksana tersebut akan berdampak bagi kehidupan bermasyarakt yang tentram.



Daftar pustaka :
Ø  ST Marbun & Moh. Mahfud MD, Pokok-PokoK Hokum Administrasi Negara, (Liberty, Yogyakarta, 2006
Ø  Tri Cahya Indra Permana, Pengujian Keputusan Diskresi Oleh, Pengadilan Tata Usaha Negara,Disusun Dalam Rangka Memenuhi Persyaratan Program Magister Ilmu Hukum Program Magister Ilmu Hukum, Universitas Diponegoro, Semarang 2021
Ø  Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, UII Press Yogyakarta, 2002


[1] ST Marbun & Moh. Mahfud MD, Pokok-PokoK Hokum Administrasi Negara, (Liberty, Yogyakarta, 2006hal.84
[2] Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, UII Press Yogyakarta, 2002, Hlm. 95
[3] Tri Cahya Indra Permana, Pengujian Keputusan Diskresi Oleh, Pengadilan Tata Usaha Negara, Disusun Dalam Rangka Memenuhi Persyaratan Program Magister Ilmu Hukum Program Magister Ilmu Hukum, Universitas Diponegoro, Semarang 2021, Hal 21
[4] ST Marbun & Moh. Mahfud MD, Pokok-PokoK Hokum Administrasi Negara, (Liberty, Yogyakarta, 2006hal.78
[5] ST Marbun & Moh. Mahfud MD, ibid, hal. 78
[6] Ibid, hal 78
[7] Tri Cahya Indra Permana, ibid, hal 21
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url