PENDAHULUAN
Indonesia adalah Negara berpenduduk islam terbesar di dunia. Jumlah penduduk indonesia mencapai 230 juta jiwa dan hampir 80% beragama islam. Dengan jumlah umat yang sebesar itu tentunya tak tertutup kemungkinan terjadinya berbagai perbedaan pandangan diantaranya, baik karena perbedaan pemahaman, budaya ataupun kemajemukan kepentingan dari elemen umat itu sendiri. Disini kita akan mengkaji perkembangan-perkembangan pemikiran islam di Indonesia. Titik focus pembahasan kita disini adalah beberapa gerakan pembaharuan pemikiran islam yang mempunyai pengaruh besar dalam kajian pemikiran dalam islam secara khusus, dan pengaruhnya pada aspek-aspek politik, budaya, ekonomi dan pola perilaku masyarakat secara umum.
Kita membagi pembahasan kita menjadi tiga sub-bab, yaitu: pada masa sebelum kemerdekan, masa pasca kemerdekaan dan masa setelah reformasi. Kita mengkelompokkan menjadi tiga masa ini agar pembahasannya lebih komperhensif dan sistematis. Karena bila kita memhasa individu atau organisasi secar rinci, kira akan membutuhkan ruang dan waktu yang lebih luas. Dari banyaknya tokoh dan organisai yang ada dalam ranah pembaharuan islam di Indonesia kita hanya akan mengambil beberapa tokoh dan organisasi yang memiliki peranan besar dalam perkembangan pemikiran islam. Sehingga kita akan mengerucutkan pembahasan kita pada dua aspek utama, yaitu :
1. Siapa saja yang berperan besar dalam pembaruan islam di Indonesia.
2. Apa kontribusi yang diberikan pada umat islam dan masyarakat luas.
PEMBAHASAN
BAB I. Islam Masa Sebelum Kemerdekaan.
Pergerakan pembaruan islam di indonesia dimulai pada masa awal abad 19. Hal ini ditandai dengan munculnya beberapa organisasi yang berasaskan islam seperti Serikat Dagang Islam yang nantinya berubah menjadi Serikat Islam, Muhammadiyah dan Al-Irsyad pada tahun 1920an. Pada perkembangannya organisasi-organisasi diatas ada yang menjelma menjadi organisasi politik yang melakukan perlawan dengan pengorganisasian massa Islam para penguasa khususnya.[1]
a. Serikat Dagang Islam (SDI)/ Serikat Islam.
Organisasi Sarekat Dagang Islam (SDI) pada awalnya merupakan perkumpulan pedagang pedagang Islam. Organisasi ini dirintis oleh Haji Samanhudi di Surakartapada tahun 1905, dengan tujuan awal untuk menghimpun para pedagang pribumi Muslim agar dapat bersaing dengan pedagang-pedagang besar Tionghoa. Pada tahun 1912, oleh pimpinannya yang baru Haji Oemar Said Tjokroaminoto, nama SDI diubah menjadi Sarekat Islam (SI). Hal ini dilakukan agar organisasi tidak hanya bergerak dalam bidang ekonomi, tapi juga dalam bidang lain seperti politik. [2]
Perubahan nama SDI menjadi SI tampaknya mempunyai unsur politik yang kental, Yaitu ingin mencakup ruang yang lebih luas-tidak sekedar perdagangan. Perubahan identitas ini dibarengi dengan perubahan tujuan organisasi kepada politik pemerintahan dan perjuangan untuk kemerdekaan Negara Indonesia dengan islam sebagai ideologinya. Sayang, dipenghujung tahun 1920-an perjuangannya mulai memudar karena kegagalan para aktivis SI menengahi berbagai perbedaan diantara mereka, terutama arah kebijakan politik SI.[3]
b. Muhammadiyah
Muhammadiyah adalah sebuah organisasi Islam yang besar di Indonesia. Organisasi Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan di Kampung Kauman Yogyakartapada tanggal 18 November 1912 (8 Dzulhijjah 1330 H).[1]
Pada masa kepemimpinan Ahmad Dahlan (1912-1923), pengaruh Muhammadiyah terbatas di karesidenan-karesidenan seperti: Yogyakarta, Surakarta, Pekalongan, dan Pekajangan, daerah Pekalongan sekarang. Selain Yogya, cabang-cabang Muhammadiyah berdiri di kota-kota tersebut pada tahun 1922. Pada tahun 1925, Abdul Karim Amrullah membawa Muhammadiyah ke Sumatera Barat dengan membuka cabang di Sungai Batang, Agam. Dalam tempo yang relatif singkat, arus gelombang Muhammadiyah telah menyebar ke seluruh Sumatera Barat, dan dari daerah inilah kemudian Muhammadiyah bergerak ke seluruh Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan. Pada tahun 1938, Muhammadiyah telah tersebar keseluruh Indonesia.
Berdirinya organisasi ini dilatar belakangi oleh tiga pemikiran pembaruan islam, yaitu: pertama adalah pemikiran dari Muhammad Abdul Wahab-yang kemudian menjadi aliran Wahabisme-yang berorientasi keoada pemurnian ajaran islam dari pengaruh-pengaruh budaya local. Kedua yaitu pemikiran pembaruan islam yang dilancarkan oleh Muhammad Abduh yang lebih menekankan modernisasi pemikiran dan pendidikan, terutama terhadp ilmu pengetahuan bnarat yang kemudian dikembangkan melalui jalur pendidikan. Dan yang ketiga dari pemikiran KH. Muhammad Dakhlan sendiri, yaitu penafsiran dari surat al-ma’un yang mengandung masalah tanggung jawab social.[4]
Kiranya semua tujuan tersebut dapat kita lihat saat ini, dengan bagaimana organisasi ini eksis sebagai salah satu organisasi terbesar di Indonesia dengan anggota sekitar 29 juta umat. Disamping itu juga mempinyai instansi pendidikan dari jenjang TPQ hingga perguruan tinggi sekitar 10 ribu sekolah. Dalam bidang kesehatan Muhammadiyah mempunyai puluhan Rumah Sakit, Balai Kesehatan , Balai Pengobatan, Apotek. Dalam bidang social mempunyai Panti Asuhan Yatim, Panti Jompo, Sekolah Luar Biasa, Pondok Pesantren.
C. Al-Irsyad
Jam’iyat al-islah wa Al-Irsyad al-Arabiyah atau yang lebih di kenal Al-irsyad berdiri pada tahun 1914 di Jakarta. Organisasai ini didirikan oleh Syaikh Ahmad Syurkati, Ulama yang berasal dari Sudan. Ia dating ke Indonesia tahun 1329 H atau tahun 1911 M. Ia didatangkan oleh Perguruan Jamiat Khair, suatau perguruan yang anggota pengurusnya terdiri dari orang-orang keturunan arab golongan Ba Alawi di Jakarta.[5]
Pada 15 syawal 1332 H atau 6 September 1914, secara resmi Ahmad Suyrkati membuka Madrasah Yang di beri nama Madrasah AL-irsyad al-islamiyah. Bersamaan dengan pembukaan Madrasah itu dia juga menyeetujui didirikannya Jam’iyah yang akan menaunginya. Jam’iyah itu ia namakan Jam’iyat Al-Islah Wa Al-Irsyad Al-Arabiyah
Barangkali sekarang nama Ahmad Syurkati kurang popular disbanding KH. Hasyim As’ari ataupun KH. Ahmad Dakhlan. Walaupun dalam sejarah pergerakan Islam negri ini tercatat bahwa ia adalah guru dari beberapa tokoh ternama seperti: haji Zamzam, Ahmad Dakhlan, dan A. Hassan. Mungkin hal ini disebabkan oleh pribadi dari Ahmad Syurkati yang rendah diri dan tak suka terlihat menonjol disamping juga dia bukanlah orang pribumi seperti tokoh-tokoh yang telah disebutkan diatas, .[6]
Perubahan pemikiran yang dibawa Ahmad Syurkati di Indonesia tak lain mengacu pada dua hal fundamental yaitu; pemurnian agama dari aspek-aspek diluar agama/praktek iaslam heterodoks-dipengaruhi animism, hindhu, dan Budha. Perbenturan keyakinan ini menjadi salah satu periode yang paling marak dalam pergulatan islam di Indonesia yang inmplikasinya tak hanya persoalan idiologis-religius, tapi juga pada politik beragama. Dan hal ini menimbulkan beberapa dampak positif dalam perkembangan pemikiran islam di Indonesia. Terutama dari kesdaran masing-masing pihak untuk lebih membuka diri terhadap paham diluar dirinya. Inilah kiranya sebuah kontribusi yang nyata yang darinya lahir kitab-kitab kajian agama yang memajukan pemikiran Islam di Indonesia.
BAB II. Islam pada masa Pasca kemerdekaan.
Wacana pemikiran islam pada masa kemerdekaan kurang memiliki historis yang terang seperti masa-masa sebelumya. Hal ini dikarenakan pada masa itu semua energy dan fikiran umat islam Indonesia terrfokus dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Sehingga dalam kancah pemikiran pembaruan islam mengalami sedikit kemandekan.
Pemikiran pembaruan islam kembali bergerak kembali pada tahun 1970-1980 dengan menampilkan tokoh-tokoh seperti ; Nurcholish Madjid, Abdurrahman wahid (gus dur), djohan Effendi, dan Ahmad Wahib. Kemudian diteruskan oleh generasi 1980-1990 yang disemarakkan oleh amin Abdullah, Amien Rais, Azyumardi Azra, Quraish Shihab dkk. Disamping itu juga dari ICMI dan beberapa organisasi lain ternyata memeberi warna yang semakin kontras dalam pemikiran pembaruan islam di Indonesia.
A. Pembaruan Islam Era 1970-1980.
Pembaruan islam era ini hampir-hampir dikuasai oleh emapat pemikir islam yaitu; Nurcholish Madjid, Abdurrahman Wahid, Djohan Effendi, dan Ahmad Wahib. Walaupun tipe pemikiran masing-masing person diatas mempunyai titik focus yang berbeda, tetapi pada dasaranya mereka memelopori pola pemikiran baru yang menggugat pola pemikiran kolot ortodoks.
Gerakan ini tampil dengan semangat pembaruan pemikiran dan geraka keislaman dalam koridor reintepretasi islam, Re-thinking islam, dan ada juga yang menyebut neo-modernisme islam. Isu-isu utama yang diangkat oleh gerakan ini adalah mengusung maslah-masalah kemasyarakatan seperti Demokrasi, Pluralisme, hubungan antar agama, kesetaraan Gender, Hukum Islam dalam kaitannya dengan hukum Internasioanal, dan Hak Asasi Manusia.
Pada hakikatnya gerakat ini ingin menetapkan ajaran islam sesuia dengan kondisi riil masyarakat walaupun ada sebagian pihak yang menyebut mereka dianggap terlalu menggungkan rasio ketimbang wahyu. Empat orang ini juga disebut perletak dasa-dasar neomodernisme islam Indonesia sebagai mana nemodernisme islam Fazlur rahman. Apa yang dikerjakan oleh kelompok neomodernisme ini, mengalami perkembangan pemikiran cendikiawan muslim di Indonesia.[7]
Bila ditinjau dari aspek keorganisasian pemikiran pembaharuan islam periode ini tidak ada organisasi baru yang memiliki andil besar. Perkembanga pemikiran masih dikuasai oleh ormas besar di Indonesia seperti Muhammadiyah dan Nahdlotul Ulama (NU). Walaupun empat tokoh di atas dalam pemikrannya tidak membawa identitas kelompok dan cenderung berpikiran bebas tetapi tak dapat dipungkiri mereka terlahir dari istitusi pendidikan ormas tersebut.
B. Pembaruan Islam Era 1980-1990.
Dua penyebeb utama pembaruan islam periode ini adalah pertama, factor internal umat islam, yakni terjadinya modernisasi dan sekulerisasi pendidikan islam di kalangan santri dan sekulerisme kaum santri ada orientasi pekerjaan. Factor-faktor diatas mengakibatkan pola pendidikan dan pengjaran di perguruan tinggi islam lebih mengejar target kebutuhan seperti diatas.
Kedua, factor eksternal islam. Yaitu akibat perubahan perkembangan global akibat perkembangan teknologi dan informasi. Selain itu, kapitalisme dunia dan kapitalisme global berpengaruh secara nyata pada perkembangan pemikoran umat islam. Telah nyata kiranya bila berpegang pada aturan lama terkait ibadah ataupun muamalah umat islam akan terbentur oleh keadaan yang pada ahkirnya hanya akan menghambat perkembangan masyarakat itu sendiri.
Pola pendidkan perguruan tinggi seperti diatas akhirnya m,elahirkan tokoh seperti M. Amin Abdullah, Ruhaini, Ulil Abshar Abdalla. Pada kenyataannya, walaupun mereka adlah anggota dari beberapa ormas sperti Muhammadiyah-NU tetap saja mempunyai pemikiran yang dianggap menyimpang oleh masing-masing organisasinya. Salah satu penyebabynya adalah karena orientasi pendidikan perguruan tinggi islam Indonesia dan masyarakat saat itu mengarahkan mereka pada pemikiran pembaruan.
Dalam aspek pergerakan pembaruan islam periode ini, ada Ikatan Cendikiawan Islam Indonesia (ICMI). ICMI lahir pada tanggal 7 Desember 1990 di Malang dengan BJ Habibie sebagai pimpinan pertamanya. Mereka berkomotmen bahwa berdirinya ICMI bukan berarti hanya memperhatikan umat islam saja, tetapi komitmen untuk memperbaiki nasib bangsa Indonesia adlah tujuan dari terbentuknya ICMI. Walaupun banyak pihak juga yang member komentar miring terkait didirikannya ICMI. Mereka menyatakan bahwa ICMI hanya akan mengikat cendikiawan muslim agar tidak mencampuri ranah politik pada saat itu.
Cendikiawan yang muncul tahun 1990-an, diakui atau tidak telah memberikan iklim kecendikiaan dalam komunitas muslim tersendiri. Namun perlu ditekankan bahwa kemunculan ICMI dalam pembaruan pemikiran islam telah banyak melahirkan tokoh pembaharu seperti; M.Syafii Anwar, Bachtiar Effendy, M. Rusli Karim, dan Masykuri Abdillah yang telah memberikan kontribusi besar hingga tahun Reformasi.
BAB. III Pembaruan Islam Era Reformasi.
Era Reformasi adlah titik balik seluruh kondisi berbagai aspek di negri ini. Baik itu politik, hukum, social, dan tak ketinggalan juga agama. Dengan di gulirkannya Reformasi telah membuka sekat-sekat pembatas yang dulunya mengikat sendi-sendi pemikiran umum dan agama. Tak ayal keadaan pasca Reformasi adlah saat dimana semua orang ingin menyatakan identitasnya. Yang dulunya hanya sembunyi-sembunyi kini telah berani tampil secara terang-terang. Yang dulunua Cuma berani bisik-bisik kini berani lantang bersuara. Pokoknya semua serba bebas menyatakan dirinya. Bahkan ad bebrapa yang sampai kebablasan.
Pembaruan pemikiran islam pada masa ini lebih diwarnai oleh munculnya paham-paham yang dulunya terkesan sembunyi-sembunyi dan pada masa orba dilarang sebut saja Ahmadiyah, JIL dan bebrapa gerakan-gerakan kecil yang menyusup di masyarakat.
A. Ahmadiyah.
Ahmadiyah adlah aliran yang lahir pada tahun 1900an pada awal masa rekayasa colonial inggris yang menjajah India. Targetnya adalah untuk menjauhkan umat islam dari ajarannya, khususnya mengenai konsep jihad yang oleh Inggris dirasakan sebagai ancaman dari dalam agama Islam.
Tokoh utama aliran ini dalah Mirza ghulam Ahmad (1839-1908) yang diyakini pengikutnya sebagai Nabi yang mendapat wahyu dari Allah. Menurut mereka Annubuwwah (kenabian) tidak berahir dengan diutusnya Muhammad SAW. Tetapi kenabian itu terus menerus berlangsung sampai kapanpun Allah mengutusnya Rosulnya bila keadaan memaksa.
Di Indonesia Ahmadiyah telah dilarang MUI sejak tahun 1980 dengan dinyatakan sebagai ajaran sesat dan keluar dari Islam. Tampaknya pada masa reformasi ini, ada upaya pihak-pihak tertentu yang ingin menghidupkan kembali ajarannya. Tapi nampaknya memang hal ini mendapat tantangan yang keras dari umat islam lainnya. Hal ini tercermin dalam beberapa kejadian yanmg mempertemukan beberapa organisasi dan masyarakat bentrok karena ketidak setujuan adanya Ahmadiyah di Indonesia.[8]
Terlepas dari semua tudingan dan cibiran tersebut. Tak dapat dipungkiri bahwa Ahmadiyah telah menyumbang beberapa pemikiran baru dalam pembaruan islam di Indonesia. Sekali lagi, hal ini terlepas dari apakah itu dicap sesat ataupun keluar dari ajaran tauhid islam.
B. Jarirnagn Islam Liberal (JIL)
komunitas Islam Liberal sekitar tahun 2001 adalah bagian dari sejarah penjang pemikiran dan gerakan islam di Indonesia. Islam liberal di andaikan untik mengemas islam dalam corak yang lebih pluralisme dan demokratis, bahkan pasar capital dalam bebrapa bagiannya. Dan kemunculannya telah menarik perhatian dari masyarakat perkotaan yang memiliki corak pemikiran lebih modern.[9]Dan hal tersebut telah memberikan pengaruh yang signifikan pada perkembangan pemikiran Islam di Indonesia.
Jaringan islam liberal (JIL) adalah sebuah jaringan yang berasal dari kelompok diskusi yang dikordinatori oleh Ulil Abshor Abdallah yang bermarkas di Utan Kayu, Jakarta Timur. Lembaga ini secara formal didekralasikan pada tanggal 8 maret 2001. Kelompok diskusi ini secara rutin mendiskusikan beragam tema seputar Hak Asasi Manusia, kebebasan berekspresi, demokratisasi, sekularisme, pluralism, dan lain-lain.
Dalam pemaknanya kata liberal mempunyai dua maksud , pertama liberal dalam arti liberasi, yaitu membebaskan dari ortodoksi. Kata liberal dalam frasa dalam islam liberal pada satu sisi menunjukan upaya serius untuk membebaskan islam dari dominasi ortodoksi yang hanya memberikan sedikit ruang bagi pemahaman ajaran islam yang kreatif. Pada sisi lain juga menunjukan upaya untuk membebaskan stuktur social politik dari tatanan yang tidak sehat dan opresif. Sedangkan arti kedua, adalah membebaskan diri untuk maju. Ialah upaya untuk membentik sebuah ruang yang lebih baik dan maju bagi perkembangan islam atau berarti juga islam progresif.[10]
Kesimpulan.
Dari pemaparan di atas penulis bisa mengambil pandangan bahwa pembaharuan islam adalah cara yang di tempuh untuk menghidupkan Islam itu sendiri. Yang mana tendensi utamanya adalah untuk melahirkan islam yang aplikatif, dan relevan sesuai dengan keadaan. Dan dari semua itu setidaknya kita bisa mengambil pelajaran terkait pengembangan pembaruan pemikiran islam di Indonesia.
[1] Zuly Qodir, Pembaharuan pemikiran islam (pustaka pelajar, Yogyakarta, 2006) hal.88
[2] http://id.wikipedia.org/wiki
[3] Abdul Karim dkk, Wacana politik islam Kontemporer,SUKA-Press,yogyakarta2021.hal:11.
[4] Taufik Hidaayt & Iqbal Hasanuddin, Satu Abad Muhammadiyah, (Paramadina,Jakarta Selatan,2021).hal:2-3.
[5] Bisri Affandi, Syaikh Ahmad Syurkati (1874-1943) pembaharuan Dan Pemurni Islam DI Indonesia, (Pustak Al-Kautsar,Jakarta.1999).hal:10.
[6] Ibid.
[7] Zuly qodir, Ibid hal.18
[8] Daud Rasyid, Pembaruan Islam dan Orientalisme dlam sorotan, (Syaamil Publishing,Bandung,2006).hal:14-15.
[9] Zuly Qodir, ibid,31.
[10] Abdul Karim dkk, Wacana politik islam Kontemporer,SUKA-Press,yogyakarta2021.hal. 179