3.1 REGIONAL
3.1.1 Geometri Cekungan
Cekungan Nias merupakan cekungan busur depan pada koordinat 97,5o – 98,5oBB dan 0o- 2o LU, memanjang dengan arah baratlaut - tenggara. Sebelah utara dibatasi oleh Cekungan Sibolga, sebelah timur dibatasi oleh tinggian Pulau Sumatera, sebelah barat dibatasi oleh tinggian Pulau Siberut, Pulau Sipura, Pulau Pangai Utara, dan Pulau Pangai Selatan, dan di sebelah selatan dibatasi oleh Cekungan Mentawai (Gambar 3.1). Luas total dari cekungan ini adalah 10.880 km2, sebagian besar terletak di perairan (9.153 km2) dan sebagian kecil di Pulau Nias (1.727 km2). Batuan dasar cekungan ini berumur Kapur, dengan ketebalan antara 1.500-3.500 m pada kedalaman 3.500 m. Batas cekungan berdasarkan pada anomali gaya berat yang menunjukkan anomali negatif dan didukung oleh data isopach.
Gambar 3.1 Peta lokasi Cekungan Nias.
3.2 TEKTONIK DAN STRUKTUR GEOLOGI REGIONAL
Busur depan Sumatera merupakan bagian dari sistem subduksi Sunda yang bagian timurnya dibatasi oleh Sumba dan Burma di bagian utara. Kerak samudera menyusup sepanjang 5.600 mil dan kerak yang menumpang di atasnya berubah dari lingkungan darat di Sumatera dan kerak samudera di daerah Sumbawa dan Flores (Hamilton, 1988 dalam Samuel dkk., 1995). Sebagian Pulau Nias merupakan daerah yang berupa punggungan non-volkanik, 110 - 150 km bagian barat dari Sumatera yang memisahkan Palung Sunda dan prisma akresi dari cekungan busur depan (Gambar 3.2).
Gambar 3.2Penampang skematik dari Samudera India melewati Nias hingga Sumatera
(Samuel dan Harbury, 1996).
Penelitian terdahulu oleh Moore dan Kraig (1980 dalam Samuel dkk., 1995) mengemukakan bahwa Nias terdiri dari bagian kompleks akresi yang terangkat. Berdasarkan dari foto udara, LANDSAT dan SAR, dapat diketahui adanya empat rangkaian patahan di Nias (Gambar 3.3). Pergerakan sesar di daerah ini diperkirakan berasal dari offsetbatuan pada stratigrafi dan hubungannya dengan sesar-sesar yang lainnya, karena tidak dapat dilihat secara jelas dari singkapan yang ada.
Gambar 3.3Peta elemen struktur daratan Pulau Nias (Samuel dkk., 1995).
SE-Striking
Empat sesar berarah tenggara dapat dibedakan dengan ekspresi morfologi, berupa punggungan yang secara umum memiliki pola tenggara - baratlaut. Secara geomorfologi, daerah ini berhubungan dengan sub-cekungan dan memiliki intensitas deformasi yang berbeda. Sesar ini menjadi kontrol bagi geometri sub-cekungan selama regangan Oligosen - Miosen Awal ketika sesar ini berkembang sebagai sintetik dari ekstensional dengan kemiringan ke arah baratdaya.
N-Striking
Arah sesar ini dapat diidentifikasi dengan jelas di Nias. Sesar ini diobservasi dalam banyak kasus penampang skematik dan offsetbatuan berarah tenggara dengan pergerakan mendatar menganan. Sesar dengan kecenderungan arah utara sampai timurtenggara juga berkembang pada waktu Oligosen dan Miosen Awal sebagai sesar oblique. Perbedaan throw dari sesar ini berubah sepanjang arah jurus dari data stratigrafi di Nias (Samuel dkk., 1995). Pergerakan lebih lanjut dari sesar ini berupa fasa pengangkatan dan deformasi sebagai offset beberapa sesar berarah tenggara pada masa Pliosen.
ESE-Striking
Sesar ini hampir sama dengan karakter sesar yang berarah utara; umumnya memiliki offset sesar berarah tenggara dengan pergerakan mengiri. Sebaliknya beberapa sesar yang berarah timurtenggara memiliki offset patahan tersendiri, dengan pergerakan menganan oleh sesar yang berarah utara. Kombinasi pergerakan menganan pada sesar dengan jurus ke utara dan pergerakan mengiri pada sesar dengan jurus timurtenggara menghasilkan regangan yang sejajar dengan sistem palung busur depan. Deformasinya cenderung pure shear dibanding simple shear.
ENE-Striking
Arah sesar ini dapat dikenali di seluruh Nias, terutama terlihat jelas di daerah bagian tenggara pulau. Regangan berarah baratlaut - tenggara melalui Nias bukan hanya disebabkan oleh sesar berarah utara sampai timurtenggara tapi juga oleh sesar arah timurtimurlaut yang menjadi bagian dari ekstensional. Sesar normal dengan skala kecil, umumnya memiliki throwkurang dari 5 m, kecuali yang hadir di Nias dan kebanyakan dari sesar tersebut memiliki regangan berarah baratlaut - tenggara. Meskipun masih terdapat kemungkinan untuk mengidentifikasi kenampakan struktur utama di Nias yang sejajar dengan Zona Sesar Mentawai, masih banyak kekurangan untuk membuktikan pergerakan strike-slip. Lineasi struktur di Nias, sebelumnya mengacu sebagai lengkungan, merupakan ekspresi permukaan dari sesar regangan yang aktif kembali dalam kontraksional.
3.3 STRATIGRAFI REGIONAL
Dari hasil pemetaan terdahulu, diketahui terdapat tiga sub-cekungan utama di daerah Nias, yaitu; Gomo, Mujoi, dan Lahewa (Samuel, 1994, Samuel dkk., 1995 dalam Samuel dkk, 1997) (Gambar 3.4). Hasil survei seismik menunjukkan bahwa bagian timur bulge Nias merupakan daerah basement high dengan ketebalan ±2 km (Samuel dan Harbury, 1996).
Gambar 3.4Peta geologi Nias (Samuel, 1994, Samuel dkk., 1995 dalam Samuel dkk., 1997).
Empat daerah dengan jelas dapat dibedakan melalui karakteristiknya. Secara luas hal ini dicerminkan oleh pola stratigrafi pulau tersebut. Stratigrafi disimpulkan dari Grup Pulau Banyak yang erat kaitannya dengan Sub-Cekungan Gomo (Gambar 3.5).
Gambar 3.5Interpretasi penampang yang melalui Pulau Nias (Samuel dan Harbury, 1996).
Enam formasi dan kompleks batuan dasar telah diidentifikasi di Pulau Nias dan Pulau Banyak. Hubungan antara formasi yang baru dengan unit yang dikenali telah didiskusikan dan pembagian stratigrafi telah dikelompokkan oleh Whittaker dkk (1991 dalam Samuel dkk., 1997). Untuk deskripsi dan interpretasi yang lebih lengkap mengacu kepada Samuel (1994 dalam Samuel dkk., 1997).
3.3.1 Batuan Dasar
Batuan dasar tidak tersingkap di Siberut, namun singkapan melánge dapat dipetakan. Batuan ini mirip dengan melánge yang ada di Nias dan Bangkaru yang diasumsikan muncul sebagai diapir (Samuel, 1994 dan Samuel dkk., 1995 dalam Samuel dkk., 1997). Batuan ini mengandung inklusi yang datang dari batuan dasar dan menutupi lapisan sedimen di bawahnya. Blok batuan seperti serpentinit, basalt, ampfibol, dan greywacke berada dalam komplek melánge tersebut. Litologi ini juga hadir di Komplek Ofiolit Bangkaru.
Beberapa singkapan batuan beku yang luas juga terdapat di Pulau Batu, seperti gabro, gabro pegmatit yang dipotong oleh dyke di pesisir tenggara Pulau Sigata. Bagian utuh dari batuan dasar ofiolit tidak selaras ditutupi oleh sedimen breksi berumur Oligosen yang tersingkap di Pulau Barogang. Berbeda dengan konglomerat Oligosen di Pulau Makole yang mengandung metamorf kontinen dan mungkin juga terdapat bukti keberadaan materi batuan dasar metamorf yang dekat dari sumbernya.
3.3.2 Kompleks Ofiolit Bangkaru
Batuan Kompleks Ofiolit Bangkaru tersingkap di Pulau Nias dan Pulau Banyak, terbagi dalam dua kerangka struktur yang berlainan sebagai bagian blok yang utuh dan pecahan dari melánge. Bagian yang utuh kemudian dipetakan sebagai Komplek Ofiolit Bangkaru. Tujuh kelompok batuan telah dikenali di daerah ini, yang paling umum dijumpai seperti basalt, dan litologi lain seperti sekis epidot-aktinolit dari komponen batuan yang kompleks, serpentinit, gabro, dolerit.
Salah satu singkapan yang paling baik ditemukan di Pulau Bangkaru, memperlihakan urutan luas batuan beku yang terangkat ke permukaan di atas perulangan pengendapan sedimen Oligosen dan Miosen Awal. Matriks melánge juga tersingkap cukup baik dengan beberapa inklusi.
Peneliti terdahulu mencoba untuk menentukan umur formasi ini (misalnya Hopper, 1940 dan Moore dkk., 1980 dalam Samuel dkk., 1995) dari jejak rombakan batugamping klastik laut dangkal di dalam batuan silisiklastik konglomerat. Seperti konglomerat yang ditemukan di baratdaya Pulau Nias diperkirakan oleh Douville (1912 dalam Samuel dkk., 1995) berumur Eosen, dengan beberapa spesies nummulites.
Berdasarkan observasi singkapan dan pemboran lepas pantai, tipe batuan Komplek Bangkaru berasal dari kerak samudera. Batuan ini diinterpretasikan terdiri dari beberapa satuan fragmen amalgamasi, muncul sebagai bentukan batuan dasar di sekitar bagian tengah dan barat Pulau Nias dan Pulau Bangkaru saat rangkaian akumulasi terjadi pada Paleogen Akhir dan Neogen (Gambar 3.6).
Gambar 3.6Stratigrafi regional (Samuel, 1994 dan Samuel dkk., 1995 dalam Samuel dkk., 1997).
3.3.3 Kelompok Idano Me (Formasi Oyo dan Gawo)
Dua formasi dari susunan pola stratigrafi terbaru, Formasi Oyo dan Gawo telah dikelompokkan ke dalam Kelompok Idano Me. Penglompokkan ini adalah fakta penting bahwa dua formasi ini berasal dari satu bagian yang sama, Seri Batupasir Alas ekuivalen dengan Formasi Oyo dan ditunjukkan selaras di atas Seri Tufa-Marl yang ekuivalen dengan Formasi Gawo. Beberapa peneliti menempatkan ketidakselarasan antara Oligosen (Unit A) dan Miosen (Unit B) serta menetapkan bahwa perbedaan keduanya dengan beberapa alasan. Namun belum pernah ditemukan bukti langsung yang menunjukkan hal tersebut, hanya berdasarkan pada gradasi dan keselarasan. Formasi Oyo Unit A (Hopper, 1940 dalam Samuel dkk., 1995) secara umum mengalami pembebanan yang lebih dalam dibanding dengan Formasi Gawo (Unit B), tapi hal ini secara tidak langsung tidak terlalu penting dengan adanya ketidakselarasan (Samuel, 1994 dalam Samuel dkk., 1997).
Fasies dan sub-fasies dari kedua Formasi Oyo dan Formasi Gawo dapat dibedakan melalui umur dan pada beberapa kasus dapat dipisahkan langsung di lapangan; terkadang fasies lapisan tebal dari Formasi Oyo dan Gawo tidak selalu dengan mudah dapat dibedakan, batupasir masif mikaan, misalnya, hanya hadir di Formasi Oyo.
Nama dari Formasi Oyo berasal dari “Ojo Beds” dari Burrough dan Power (1968 dalam Samuel dkk., 1995). Meskipun tidak kesuluruhan dari singkapan ini dapat ditemukan di sepanjang Sungai Oyo, keberadaannya dibatasi oleh rentang dari Sungai Oyo di antara perpotongan jalan dan Sungai Moi. Batuan yang tersingkap berupa perlapisan batupasir dan batulempung dengan blok melánge batupasir mikaan dan konglomerat. Nama untuk Kelompok Idano Me diambil dari Sungai Me yang terletak di bagian tengah Nias dimana Formasi Oyo dipetakan selaras di atas Formasi Gawo (Samuel dkk., 1995).
Dua sikuen dapat dikenali dari Kelompok Idano Me. Sikuen paling bawah hadir ke bagian atas Formasi Oyo, terdiri dari kumpulan batuan volkanik kaya akan konglomerat, bongkah dan batupasir epiklastik. Sikuen ini tersingkap baik di Sungai Moi, 50 - 150 m ke arah hilir sebagai Anggota Moi. Meskipun bagian ini telah terlipat dan diintrusi oleh melánge, ketebalan maksimumnya diperkirakan 15 m. Sikuen kedua adalah sikuen konglomerat Formasi Gawo, hadir ke arah atas Formasi Gawo dan terdiri dari litologi batuan yang serupa dengan Anggota Moi. Sikuen ini dapat dipetakan, kurang lebih sepanjang bagian timur Nias pada umur Miosen Bawah.
Beberapa conto batulempung dan batupasir Formasi Gawo telah dianalisis kandungan foraminifera planktonik, bentonik dan nannofosilnya. Pada daerah timur Nias, 50 conto dari bagian paling bawah
Formasi Gawo mengindikasikan kisaran umur Miosen Awal. Batuan yang paling muda pada Formasi Gawo berumur Miosen Tengah (Gambar 3.6).
Moore dkk (1980 dalam Samuel dkk., 1995) menyatakan bahwa batuan sedimen di Cekungan Timur Nias terendapkan pada lingkungan laut dangkal dari batial bawah pada Kala Miosen Awal sampai batial tengah pada Kala Miosen Akhir. Meskipun banyak urutan perulangan di Nias, Formasi Gawo terletak selaras dan ditutupi oleh sedimen Formasi Olodano. Formasi Olodano diinterpretasikan sebagai lingkungan laut dangkal, meskipun oleh Moore dkk (1980 dalam Samuel dkk., 1995) disebutkan berada di lingkungan laut dalam.
3.3.4 Formasi Oldano
Penelitian terdahulu di daerah Nias telah mengenal adanya batugamping Neogen, namun secara umum belum dikelompokkan dalam formasi atau anggota manapun. Dari hasil pemetaan lapangan, dominasi batugamping dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok:
· Batugamping yang paling muda berasal dari Formasi Gunungsitoli
· Urutan batugamping kedua hadir sebagai bagian anggota paling menonjol dalam Formasi Lahomie
· Dominasi batugamping tertua terdiri dari Formasi Oldano
Peneliti-peneliti terdahulu menyimpulkan bahwa batugamping dapat dikorelasikan dengan Formasi Olodano, kecuali Hooper (1940 dalam Samuel dkk., 1995) yang daerah penelitiannya dibatasi hanya pada bagian barat utara dari pulau ini.
Batuan Formasi Olodano berasal dari punggungan sepanjang pesisir timur Nias (Sub-Cekungan Gomo), khusus unit konglomerat (Tfl bawah) seumur dengan sikuen konglomerat Formasi Gawo terlihat ke arah dasar Formasi Olodano (Sungai Gido). Formasi Olodano muncul di bagian tengah Nias (Sub-Cekungan Mujoi) dan jarang ditemui di bagian baratlaut (Sub-Cekungan Lahewa). Dua asosiasi fasies batuan berbeda dapat ditentukan dari daerah Nias dan Pulau Banyak; dekat perkampungan Olodano dan perpotongan jalan dekat Sihareo, arah barat Gunungsitoli.
Analisis foraminifera yang dilakukan terhadap lebih dari 100 conto batuan Formasi Olodano, menjelaskan bahwa kontak stratigrafi antara Formasi Gawo dan Olodano adalah selaras dengan umur yang bervariasi. Ketebalan batuan yang diketahui juga beragam, dari pengukuran langsung adalah 250 m, rekonstruksi struktur di daerah Sisobahili didapatkan hasil 500 m.
3.3.5 Formasi Lahomie
Formasi Lahomie terdapat di bagian barat Nias (Sub-Cekungan Lahewa), bagian timur (Sub-Cekungan Gomo) dan Pulau Banyak. Batuan sedimen tersingkap di Sub-Cekungan Mujoi dan secara keseluruhan lebih tua dari Formasi Lahomie. Dua unit penanda, Formasi Tuff Lahomie dan sikuen batugamping terlihat di bagian timur Nias, juga ditemukan pada bagian paling timur Pulau Banyak. Litologi yang ditemukan antara lain adalah tufa dan napal di sekitar Sungai Gawo dan litharenite tebal, packstoneforaminifera dan sedikit konglomerat.
Umur batuan sedimen berkisar mulai dari Miosen Akhir - Pliosen Awal di bagian barat dan tengah Pulau Nias. Pada bagian timur dan tengah lainnya, formasi ini berumur Miosen Tengah - Pliosen Awal. Di daerah barat Nias, litologi Formasi Lahomi dibedakan dari Formasi Gawo dan memiliki hubungan tidak selaras di atasnya, kemudian di bagian timur Pulau Nias dan Pulau Banyak terlihat jelas perubahan fasies antara fasies dominasi batugamping dari Formasi Oldano dan secara selaras ditutupi oleh litologi Formasi Lahomie. Ketebalan keseluruhan dari formasi ini kemungkinan mencapai 1,5 km sebelum terdeformasi.
Terdapat bukti yang kuat dari pentarikhan umur batuan bahwa sedimentasi Formasi Lahomie diperkirakan terjadi lebih dahulu di daerah bagian barat Nias dan Siberut dibandingkan dengan bagian timur Nias. Batuan sedimen tertua Formasi Lahomie bagian barat Nias dan Siberut berumur akhir Miosen Awal - Miosen Tengah dimana sedimentasi dari Formasi Olodano terjadi di Nias bagian timur pada saat itu. Formasi Lahomie ditutupi secara tidak selaras oleh formasi tertua di bagian barat Nias. Bukti ketidakselarasan ini berdasarkan sejumlah bukti biostratigrafi, pemetaan foto udara, analisis struktur dan analisis jejak apatit (Samuel, 1994 dan Samuel dkk., 1995 dalam Samuel dkk, 1997).
3.3.6 Formasi Tetehosi dan Gunungsitoli
Batuan sedimen Formasi Tetehosi dan Gunungsitoli diendapkan pada waktu yang sama, keduanya dapat dibedakan dari pemetaan lapangan. Formasi Tetehosi litologinya berupa dominasi silisiklastik, sedangkan Formasi Gunungsitoli adalah dominasi karbonat. Keduanya diendapkan tidak selaras di atas suksesi sebelumnya dan kemudian ditutupi oleh sedimentasi sekarang.
Sejumlah indikasi kuat untuk ketidakselarasan ini telah dibuat oleh beberapa peneliti sebelumnya:
· Suksesi silisiklastik Pliosen Akhir - Sub-Resen disusun oleh material dari formasi yang paling tua.
· Suksesi silisiklastik Pliosen Akhir - Sub-Resen mengandung banyak rombakan fosil mikro dari formasi yang paling tua.
· Suksesi silisiklastik Pliosen Akhir - Sub-Resen relatif tidak terdeformasi dan terletak dengan ketidakselarasan bersudut di atas suksesi tertua.
Formasi Tetehosi secara umum disusun oleh batuan silisiklastik dan ditemui enam fasies, tiga di antaranya adalah karbonat dari Formasi Gunungsitoli. Ketebalan Formasi Tetehosi di bagian timur Nias mencapai 400 m, berdasarkan perkiraan struktur dan juga dari data seismik. Dari 15 conto pentarikhan didapatkan umur batuan Pliosen Akhir sedangkan sebagian besar berumur Plistosen. Formasi Tetehosi diendapkan pada daerah kipas delta dan lingkungan paparan sekitar bagian pulau yang tererosi, litologi ini menjari dengan terumbu dan batugamping Formasi Gunungsitoli.
Nama dari Formasi Gunungsitoli berasal dari Djamal dkk (1991 dalam Samuel dkk., 1995). Komplek terumbu dengan asosiasi batuan sedimen tersingkap cukup baik di sekitar Gunungsitoli. Batuan tertua di Formasi Gunungsitoli dari hasil pentarikhan sementara kemungkinan berumur Pliosen Akhir (C14 umur radiometrik, Vita-Finzi dan Situmorang (1989 dalam Samuel dkk., 1995).
3.4 SISTEM PETROLEUM
Cekungan busur depan biasanya kurang prospektif karena kualitas reservoir dan batuan induknya kurang baik serta gradien geotermal yang rendah. Namun, busur depan Jawa-Sumatera tidak seperti busur depan lainnya, hanya bagian terakhir dari bentukan sekarang, yang selanjutnya berkembang menjadi rift basin.
Sikuen busur depan didominasi oleh lempungan (argilik). Batuan karbonat berkembang di bagian bawah sesar (footwall). Kualitas reservoir yang terbukti menjadi target eksplorasi hingga saat ini adalah batuan karbonat dari Miosen Awal – Miosen Akhir. Endapan sungai yang tebal dapat diharapkan menjadi reservoir Paleogen, meskipun secara perbandingan dengan pemekaran di cekungan busur belakang memberi kesan kualitas reservoir yang mungkin kurang baik.
Potensi batuan induk berada pada syn-rift Paleogen, analog dengan endapan lakustrin Brown Shale Sumatra Tengah yang mungkin hadir. Batubara dari lingkungan delta kemungkinan menjadi sumber kedua. Hal ini memungkinkan terjadinya kematangan maksimum yang dapat dicapai terutama pada beberapa perangkap stratigrafi dan struktur yang berkembang.
DAFTAR PUSTAKA
PERTAMINA dan BEICIP FRANLAB, 1992, Global Geodinamics, Basin Classification and Exploration Play-Types in Indonesia, Volume III, PERTAMINA, hal.58-62.
Samuel, M. A., Harbury, N. A, 1996, The Mentawai Fault Zone and Deformation of the Sumatran Fore-arc in the Nias Area, Geological Society of London, Special Publication 106, 337-351.
Samuel, M. A., Harbury, N. A., Bakri, A., Banner, F. T., dan Hartono, L., 1997, A New Stratigraphy for the Islands of the Sumatran Fore-arc, Indonesia, Journal of Earth Sciences, vol. 15, No. 4/5, hal.339-380.
Samuel, M. A., Harbury, N. A., Jones, M. E., dan Matthews, S. J., 1995, Inversion-controlled Uplift of an Outer-arc Ridge: Nias Island, Offshore Sumatra. Geological Society of London, Special Publication 88, 473-492.