Legal Opini pasal 111 ayat (1) Undang undang No 35 tahun 2021 tentang Narkotika untuk kasus Anak



Legal Opini pasal 111 ayat (1) untuk kasus Anak.
Oleh : Zainur Ridlo
Pendahuluan.
Setiap kejahatan atau perbuataan melawan hukum (tanpa Hak) yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, dapat dipidanakan. apabila dapat memenuhi unsur syarat subjektif dan objektif dalam diri pelaku dan perbuataan pidana.

Salah satu untuk menentukan suatu perbuataan pidana yaitu berdasarkan undang-undang "asas legalitas", adanya suatu undang-undang dalam suatu negara untuk melindungi kepentingan orang "person", badan hukum "korporasi" dan kepentingan umum/negara. Hal ini demi tercapainya kesejahteraan masyarakat, keadilaan hukum dan kepentingan negara.  undang undang terkadang tidak dapat mengakomodir kepentingan masyarakat untuk mencapai rasa keadilaan, mengapa hal ini terjadi, karena undang-undang sebagai substansi hukum dalam sistem negara hukum, dan Negara Indonesia menganut sistem hukum kontinental yaitu undang-undang menjadi dasar yuridis normatif untuk mengadili subjek hukum (orang dan/atau badan hukum) yang lebih mengutamakan kepastian hukum untuk mencapai keadilan, dan kemudian faktanya hakim seakan akan menjadi corong undang-undang dalam memutuskan dalam persidangan, yang mana tidak mempertimbangkan keadilaan sosial dan kadang berbeda perspektif antara keadilan hukum dan keadilan sosial.

Bahwa dalam hal jika yang diduga melakukan kejahatan tindak pidana narkotika tentunya sangat berbahaya jika majelis hakim tidak mempertimbangkan faktor kepentingan anak sebagai aset investasi masa depan bangsa.

Dan lahirnya UU No. 35 Tahun 2021 tentang Narkotika, berlatar belakang untuk memberantas Tindak Pidana  Narkotika, karena narkotika selain dapat digunakan sebagai obat (kesehatan) akan tetapi dilain sisi narkotika dapat berdampak negatif, apabila disalahgunakan akan menimbulkan ketergantngan yang sangat merugikan (pengguna). Oleh sebab itu lahirnya UU tentang narkotika untuk mencegah segala macam cara penyalahgunaan Narkotika, salah satu pasal yang sering digunakan untuk menjerat pelaku tindak pidana narkotika adalah pasal 111 ayat (1), Pasal 112 dan Pasal 114 UU Nomor 35 tahun 2021 tentang Narkotika. Namun dalam hal ini penulis hanya membahas salah satu Pasal tersebut yaitu Pasal 111 ayat (1) UU Nomor 35 tahun 2021 tentang Narkotika.

Dalam pasal 111 ayat (1) UU No.35 Tahun 2021 tentang Narkotika,  unsur  : dalam pasal tersebut mengadung unsur-unsur sebagai berikut:
a.  Unsur setiap orang
b.  Unsur tanpa hak atau melawan hukum.
c. Unsur menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan
d.   Unsur Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman.

Dan setiap orang atau korporasi (subjek hukum) yang melanggar dan memenuhi unsur-unsur subjektif dan objektif akan  dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).

Ketentuan pemidanaan minimum 4 tahun tersebut bisa menjadi persolaan apabila terjadi kepada anak dan/atau penyalaguna "Korban" atas kejahatan narkotika, karena anak adalah generasi muda dan penerus bangsa. Padahal bisa jadi anak melakukan pelanggaran hukum kejahatan narkotika, karena faktor lingkungan dan sosial. Dalam hal ini posisi berpendapat seorang anak bisa dikategorikan sebagai korban akibat dari negara gagal memberikan perlindungan atas anak tersebut, karena negara gagal memberatas kejahatan narkotika yang dimaksud dalam hal ini adalah PENGEDAR KAKAP. Apakah dalam kasus ini pidana penjara paling singkat 4 tahun dan denda 800 juta sesuai dengan kondisi anak secara psikologis dan masa depan anak?

Analisa Yuridis
Bahwa dalam hal setiap orang dan/atau korporasi dapat dijatuhkan hukum penjara harus memenuhi 2 (dua) syarat yaitu pertama syarat memenuhi unsur subjektif dan kedua syarat memenuhi unsur Objektif.

A. Syarat memenuhi unsur subjektif
Suatu perbuataan pidana akan dapat dipidanakan apabila telah memenuhi unsur-unsur subjektif dan objektif. Unsur subjektif adalah Unsur subjektif adalah unsur yang berasal dari dalam diri pelaku. Menurut Laden Marpaung  dalam bukunya asas-teori-praktek hukum pidana, “tidak ada hukuman kalau tidak ada kesalahan” (An act does not make a person guilty unless the mind is guilty ar actus non facit reum nisi mens sit rea). Dalam hal ini dianggap melakukan kesalahan apabila pelaku dapat bertanggung jawab, dalam menjelaskan arti kesalahan, kemampuan bertanggung jawab dengan singkat diterangakn sebagai keadaan batin orang normal, yang sehat. 
Dalam KUHP kita tidak ada ketentuan tentang arti kemampuan bertanggung jawab. Yang berhubungan dengan itu ialah pasal 44 :
(1) Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana.
(2) Jika ternyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggungkan kepada pelakunya karena pertumbuhan jiwanya cacat atau terganggu karena penyakit, maka hakim dapat memerintahkan supaya orang itu dimasukkan ke rumah sakit jiwa, paling lama satu tahun sebagai waktu percobaan.
(3) Ketentuan dalam ayat 2 hanya berlaku bagi Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi, dan Pengadilan Negeri.

Dalam analisa pada tindak pidana yang diatur dalam pasal 111 ayat (1) UU No. 35 tahun 2021 tentang Narkotika, pelaku tidak dapat dipertanggung jawabkan prilakunya seperti yang dimaksud dengan pasal 111 ayat (1) apabila seperti yang para sarjana kiranya dapat diambil kesimpulaan , bahwa untuk adanya kemampuan bertanggung jawab harus ada :
1.    Kemampuan untuk membeda-bedahkan antara perbuataan yang baik dan yang buruk; yang sesuai hukum dan yang melawan hukum.
2.    Kemampuan untuk menentukan kehendaknya menurut keinsafan tentang baik  dan buruknya perbuatan tadi.
Jadi apabila ada seorang yang kehilangan akal sehatnya jadinya tidak dapat membedahkan perbuataan mana yang baik dan buruk, sehingga apabila ada orang melakukan tindakan/perbuatan hukum yang diatur dalam pasal 111 ayat (1) tidak dapat mempertanggung jawabkan prilakunya. Orang yang tidak mampu bertanggung jawab karena jiwanya tidak normal, mungkin dianggap berbahaya bagi masyarakat. Karena itu dalam pasal 44 ayat (2) hakim memerintahkan agar terdakwa dtempatkan dalam rumah sakit jiwa.
Terkecuali tindak pidana tidak dapat terpenuhi  jika dengan adanya alasan pemaaf. Didalam KUHP kita diatur didalam pasal-pasalnya tersendiri. Sebagai berikut ini:
a. “tidak dapat bertanggung jawab” Pasal 44 (1) Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana.  (2) Jika ternyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggungkan kepada pelakunya karena pertumbuhan jiwanya cacat atau terganggu karena penyakit, maka hakim dapat memerintahkan supaya orang itu dimasukkan ke rumah sakit jiwa, paling lama satu tahun sebagai waktu percobaan.

b.“Overmacht” Pasal 48 Barang siapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa, tidak dipidana

c. “Noodweer excess” pasal 49 ayat (2) Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan oleh keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak dipidana.
d. “Perintah tanapa wewenang” pasal 51 ayat (2) Perintah jabatan tanpa wewenang, tidak menyebabkan hapusnya pidana, kecuali jika yang diperintah, dengan itikad baik mengira bahwa perintah diberikan dengan wewenang dan pelaksanaannya termasuk dalam lingkungan pekerjaannya.

B. Syarat memenuhi unsur objektif 
Sedangkan yang dimaksud dengan unsur objektif adalah perbuataan setiap orang/korporasi dilarang oleh undang undang & bersifat melawan hukum. Unsur objektif merupakan unsur dari luar prilaku (heteromon) yang terdiri atas :
a. Perbuataan manusia..
b.  Akibat (refults) perbuataan manusia.
c.  Keadaan-keadaan (cirsumstances)
d.  Sifat dapat dihukum dan sifat melawan Hukum.

Dalam unsur objektif yang dikategorikan suatu perbuataan pidana dapat memenuhi:
1. Memenuhi rumusan UU atau Asas Legalitas
A. Asas legalitas formil : (Pasal 1 (1) KUHP “Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada”). Jadi setiap perbuataan orang atau setiap orang dapat dikatakan melakukan perbuataan pidana, seperti di atur dalam pasal 111 ayat (1) UU No. 35 Tahun 2021 tentang narkotika harus memenuhi unsur-unsur:
a. Unsur setiap orang
b. Unsur tanpa hak atau melawan hukum.
c.Unsur menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan
d. Unsur Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman.

B. Asas legalitas materiil : yaitu hukum yang berlaku didalam kehidupan masyarakat (lihat Pasal 14 (2) UUDS 1950 san pasal 5 (3) sub UU No. 1 drt 1951.). selama tidak ada pertentangan dengan masyarakat, aturan dalam pasal 111 ayat (1) dapat memenuhi unsur dari asas legalitas untuk menentukan suatu tindak pidana.

2. Bersifat melawan Hukum atau Tanpa Hak.
Sejak perubahan pedapat Hoge raad, doktrin menurut pendapat Laden Marpaung  membedahkan Wederrechtelijk (melawan hukum) atas :
a.  Melawan Hukum dalam arti materiil : Wederrechtelijk materiil (melawan hukum materiil) pada hakikatnya tidak didasarkan pada perundang-undangan. Oleh tindakan yang didasarkan suatu alasan pembenar yang kuat.
b. Melawan Hukum dalam arti Formil, (menurut ajaran Wederrechtelijkheid), sautu perbuataan hanya dapat dipandang sebagai sifat wederrechtelijk apabila perbuataan tersebut memenuhi semua unsur yang terdapat dalam rumusan sautu delik menurut undang-undang.

Dalam analisis pasal 111 ayat (1) UU No. 35 Tahun 2021 tentang Narkoba, mengadung unsur melawan hukum atau Tanpa hak :
Menurut pendapat Laden Marpaung, apabila perbuataan telah mencocok larangan undang-undang, maka disitu ada kekeliruan. Letak melawan hukumya perbuataan sudah nyata dilarang undang undang, dari sifat melanggarnya ketentuan undang-undang, kecuali jika termasuk pengecualian yang telah ditentukan oleh undang-undang. Bagi subjek hukum yang melawan hukum berarti melawan undang-undang, pendirian demikian dinamakan pendirian yang formal. Sedangkan sebaliknya ada yang berpendapat bahwa tentu kalau semua perbuataan yang mencocoki larangan undang-undang bersifat melawan hukum. Bagi mereka ini yang dinamakan hukum bukanlah undang-undang saja, disamping undang-undang (hukum yang tertulis) ada pula hukum yang tidak tertulis, yaitu norma-norma atau kenyataan yang berlaku dalam masyarakat. Pendiri yang dinamakan pendiri material.
1.   Dalam hal ini apabila ada seseorang atau setiap orang (Korporasi adalah kumpulan terorganisasi dari orang dan/atau kekayaan, baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum. Artinya setiap orang bisa termasuk dalam unsur korporasi maupun sebagai subjek hukum tersendiri) yang Melawan hukum dengan cara menanam adalah Tanaman, apa saja yang ditanam, sayur, buah, rumput-rumputan dan termasuk semuanya (Badudu dan sutan mohammad zain : kamus umum bahasa indonesia) yang artinya apabila ada setiap orang yang aktivitas menanam tanaman jenis Narkotika Golongan I dapat dikategorikan melawan hukum, sedangkan yang dimaksud dengan Memelihara, memiliki (mempunyai harta benda yang cukup), menyimpan (menaruh sesuatu di _ artinya menaruh sesuatu bisa dalam bentuk Narkotika), menguasai (berkuasa pd, berkuasa atas artinya berkuasa pada Tanaman Narkotika dalam bentuk Golongan I), atau menyediakan (menyiapkan, menyajikan, mengadakan, mencadangkan: yaitu Narkotika) Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman adalah bentuk sifat melawan Hukum. Sedangkan yang dimaksud dengan Tanpa Hak “Tanpa hak” pada umumnya merupakan bagian dari “melawan hukum” yaitu setiap perbuatan yang melanggar hukum tertulis (peraturan perundang-undangan) dan atau asas-asas hukum umum dari hukum tidak tertulis. Lebih khusus yang dimaksud dengan “tanpa hak” dalam kaitannya dengan UU No. 35 Tahun 2021 tentang Narkotika adalah setiap orang (Menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan) tanpa izin dan atau persetujuan dari pihak yang berwenang untuk itu, yaitu Menteri atas rekomendasi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan atau pejabat lain yang berwenang berdasarkan Undang-Undang No. 35 Tahun 2021 tentang Narkotika dan peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan. Walaupun “tanpa hak” pada umumnya merupakan bagian dari “melawan hukum” namun sebagaimana simpulan angka 1 di atas yang dimaksud “tanpa hak” dalam kaitannya dengan UU No. 35 Tahun 2021 adalah tanpa izin dan atau persetujuan dari Menteri yang berarti elemen “tanpa hak” dalam unsur ini bersifat melawan hukum formil sedangkan elemen “melawan hukum” dapat berarti melawan hukum formil dan melawan hukum materiil. Tanpa hak yaitu tidak mempunyai kekuasaan, kewenangan yang diberikan oleh hukum kepada subjek hukum; tuntutan syah agar orang lain bersikap dengan tertentu; kebebasan untuk melakukan sesuatu menurut hukum. Artinya tidak mempunyai dimaksud dengan pasal 111 yaitu tidak mempunyai hak tanpa ada persetujuan Menteri atas rekomendasi Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan. dan izin pengelolaan dari pihak yang berwenang mentri.

Melawan Hukum yaitu  suatu sikap yang bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku atau melanggar hak orang lain. Dalam hal ini sifat melawan hukum berkaitan erat dengan pelaku bertentangan melanggar aturan dengan melakukan perbuataan yang bertentangan dengan undang-undang terkait dengan memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan norkotika padahal barang haram tersebut dilarang beredar terkecuali untuk kepentingan tertentu sesuai yang di atur dalam undang-undang.

Terkait dengan sistem pelaksanaan dan tata cara pengelolaan narkotika untuk kepentingan memenuhi ketersediaan Narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dan sumber dari Ketentuan mengenai syarat dan tata cara produksi, impor, ekspor, peredaran, pencatatan dan pelaporan, serta pengawasan Prekursor Narkotika diatur dengan Peraturan Pemerintah
Unsur objektif dalam tindak pidana tidak dapat terpenuhi  jika, “Ada Alasan Pembenar” yaitu :
a.  Pasal 49 (1) KUHP “Tidak dipidana, barang siapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan hukum”
b. Pasal 50 KUHP “Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang, tidak dipidana.”
c. Pasal 51 (1) KUHP “Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana.”
Jadi tindak pidana meskipun telah memenuhi ketentuan pasal 111 ayat (1) UU No. 35 Tahun 2021, akan tetapi unsur objektif dalam tindak tidak dapat terpenuhi jika “ada alasan pembenar”.

Dalam penegakan hukum sistem peradilan anak bersifat khusus yang diatur dalam UU No. 3 Tahun 1997 tentang peradilaan Anak junto UU No. 11 Tahun 2021 tentang sistem pradilaan anak. Ada beberapa perbedaan khusus dalam penerapan peradilaan anak dengan latar belakang anak secara psikologis, psikis dan anak sebagai generasi penerus bangsa. Hal ini juga melatar belakangi perumusan dan sanksi pidana yang berbeda dari orang dewasa. Khususnya dalam ancaman pidana Pasal 26 (1) Pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a, paling lama 1/2 (satu per dua) dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa.

Analisis Kritis
Tekstual hukum (law in book) tekstual hukum (law in practices) dan tindakan hukum law in action.
Dalam bunyi pasal 111 ayat (1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).

Ketika subjek hukum “Anak” telah memenuhi unsur-unsur perbuataan pidana yang diatur dalam pasal 111 ayat (1) maka dapat dipastikan akan mendapatkan sanksi pidana paling singkat 4(empat Tahun) dan paling lama 12 (dua belas) tahun. Dan khusus buat Anak sesuai dengan ketentuan UU No. 3 tahun 1997 tentang pradilaan anak pasal 26 ayat (1) pidana untuk anak dapat diperingan  “paling lama 1/2 (satu per dua) dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa”.

a.   Realitas putusan hakim pengadilan
Dalam putusan PN seorang Hakim menjatuhkan vonis 4 tahun penjara kepada seorang anak, seperti ketentuan yang disebut di pasal 111 ayat (1) 4 tahun adalah pidana penjara paling singkat. Artinya seorang hakim tidak bisa menvonis seorang terdakwa apabila memenuhi unsur-unsur dan terbukti melanggar hukum dibawah 4 tahun penjara. Padahal sanksi diberikan kepada seorang anak, bukan kepada orang dewasa. Meskipun dalam norma hukum pasal 111 ayat (1) tetap berlaku untuk anak, meskipun dalam ketentuan UU No. 23 Tahun 1997 tentang peradilaan anak pasal 26 ayat (1) pidana untuk dapat diperingan “paling singkat ½ (satu per dua) dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa. Artinya ½ (satu per dua) tidak bisa berlaku pada minimum(paling singkat).

b.   Implikasi hukum paradoks hukum dan ekses hukum
Dari sautu putusan pengadilan apabila pidana penjara dijatuhkan kepada anak paling singkat 4 tahun, ditinjau dari teori pemidanaan tujuan pemidanaan adalah :
a.  Menjerahkan penjahat;
b.  Membinasakan atau membuat tak berdaya lagi si pelaku.
c.   Memperbaiki pribadi si penjahat.
Untuk seorang anak kiranya tidak adil apabila kita menggunakan teori a dan b karena fungsi dari anak untuk masa depan bangsa. Dan latar belakang sanksi pidana penjara paling singkat pasa pasal 111 ayat (1) adalah berlatar belakanr teori menjerahkan penjahat dan membinasakan. Ketika ketentuan pidana penjara sesuai dengan UU No. 35 tahun 2021 diterapkan kepada seorang anak yang secara psikologis belum matang, akan dikhawatirkan akan merusaka masa depan anak dikarenakan pidana penjara 4 Tahun sangatlah lama.

c.  Aplikasi/implementasi aktualisasi, verifikasi tulisan legal  opini.
Dalam sistem hukum di Indonesia seorang hakim menjadi corong dari undang-undang, dan dalam putusan pengadilaan ada beberapa persolaan karena rasa keadilaan jauh dari hakikatnya. Demi terciptanya keadilaan sosial untuk masyarakat indonesia harus berani memberikan trobosan yang progresif dalam penegakan hukum.

Dalam pasal 111 ayat (1) seorang hakim bisa saja memberikan putusan demi suatu keadilaan kepada seorang anak untuk kepentingan anak dan masa depan bangsa karena anak dalam kasus yang terjadi dalam tindak pidana narkotikan bisa jadi adalah seorang korban dari kejahatan narkotika.

Logika rasional dan intelektual hukum(disiplin saitis ilmiah)
Sesuai dengan konsideran UU No. 3 tahun 1997 tentang pradilaan anak dijelaskan dalam konsiderannya “bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial secara utuh, serasi, selaras, dan seimbang;”

Apabila posisi strategis seorang anak dalam suatu bangsa tidak bisa diselamatkan, dengan hanya menggunakan teori pemidanaan dan membinasakan seorang anak akan terganggu secara psikologis. Kondisi demikian bisa merusak eksistensi suatu bangsa.

dalam posisi demikian diharapakan dalam penegakan hukum seorang anak untuk menggunakan metode disversi, atau dengan konsep teori pemidanaan memperbaiki pribadi seorang anak.

Dengan dasar demikian seorang hakim tidak boleh kaku lagi dalam penegakan hukum, pertimbangan filosofi, sosiologis sangat penting karena hal tersebut adalah watak dari negara indonesia. Di harus mengutamakan landasan yuridis saja, tetapi tiga landasan tersbut dan digunakan secara bersamaan. Agar tidak terjadi lagi ketidakadilan kepada masyarakatindonesia khususnya seorang anaka sebagai penerus generasi bangsa.

Bahwa kemudian jika terjadi kasus yang serupa untuk tindak pidana narkotika pelakunya adalah anak, maka harus ada upaya hukum ekstra untuk mendapatkan perlindungan hukum kepada kepentingan anak, hal ini dapat di upayakan perlindungan hukum kepada instansi terkait, dan menyampaikan pembuktian yang kuat kepada pihak penegak hukum bahwasanya seorang anak tersebut benar benar merupakan KORBAN.

Kontak persoon : 082333589905


Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url