MAKALAH PERKEMBANGAN HUKUM DI INDONESIA



BAB I
PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang Masalah
Perkembangan Hukum yang ada di Indonesia tidak terlepas dari sejarah yang telah berjalan cukup lama. Jika melihat sejarah panjang tersebut, Hukum yang ada di Indonesia tersebut berasal dari Negara Belanda, yang dulu pernah menjajah Indonesia. Tidak bisa dipungkiri, bahwa Indonesia telah mengadopsi hukum yang berasal dari negara Belanda tersebut. Mengingat karena Indonesia adalah negara kolonial jajahan Belanda, jadi mau atau tidak Indonesia juga harus menerapkan sistem hukum yang ada di Negara Belanda.
Hukum Indonesia secara keseluruhan masih menggunakan hukum yang berasal dari negara kolonialnya, yaitu Negara Belanda. Hampir semua hukum yang berjalan di Belanda juga ikut diterapkan di Indonesia. Dengan kata lain, Hukum Indonesia adalah hukum yang masih mengacu kepada hukum yang dibuat oleh Belanda.
Sistem Hukum Eropa Kontinental adalah sistem hukum yang diterapkan di negara Belanda. Karena Indonesia adalah bekas jajahan Belanda, jadi sistem Eropa Kontinental juga telah diterapkan di Indonesia. Sistem Hukum Eropa Kontinental lebih menekankan kepada hukum yang tertulis, dan perundang-undangan menduduki peran penting dalam sistem hukum ini. Di Indonesia sendiri, dasar hukumnya adalah konstitusi.
Sebagai salah satu dimensi kehidupan bangsa Indonesia, Hukum Indonesia adalah suatu kebutuhan mendasar yang didambakan kehadirannya sebagai alat pengatur kehidupan, baik dalam kehidupan individual, kehidupan sosial maupun kehidupan bernegara. Kebutuhan hakiki Bangsa Indonesia akan ketentraman, keadilan serta kesejahteraan (kemanfaatan) yang dihadirkan oleh sistem aturan yang memenuhi ketiga syarat keberadaan hukum tersebut menjadi sangat mendesak pada saat ini, ditengah-tengah situasi transisional menuju Indonesia baru.
Sistem Hukum Indonesia sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk menunjuk pada sistem norma yang berlaku dan atau diberlakukan di Indonesia. Hukum Indonesia adalah hukum, sistem norma atau sistem aturan yang berlaku di Indonesia. Dengan kata lain yang juga populer digunakan, Hukum Indonesia adalah hukum positif Indonesia, semua hukum yang dipositifkan atau yang sedang berlaku di Indonesia.
Membicarakan Sistem Hukum Indonesia berarti membahas hukum secara sistemik yang berlaku di Indonesia. Secara sistemik berarti hukum dilihat sebagai suatu kesatuan, yang unsur-unsur, sub-sub sistem atau elemen-elemennya saling berkaitan, saling pengaruh mempengaruhi, serta saling memperkuat atau memperlemah antara satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan.
Sebagai suatu sistem, Hukum Indonesia terdiri atas sub-sub sistem atau elemen-elemen hukum yang beraneka, antara lain Hukum Tata Negara (yang baigia-bagiannya terdiri dari tata negara dalam arti sempit dan Hukum Tata Pemerintahan), Hukum Perdata (yang bagian-bagiannya terdiri atas hukum Perdata dalam arti sempit, Hukum Acara Perdata dan Hukum Dagang atau Hukum Bisnis), Hukum Pidana (yang bagian-bagiannya terdiri dari Hukum Pidana Umum, Hukum Pidana Tentara, Hukum Pidana Ekonomi serta Hukum Acara Pidana) serta Hukum Internasional (yang terdiri atas Hukum Internasional Publik dan Hukum Perdata Internasional).
Melihat dari sistem hukum yang saat ini berlaku di Indonesia, tampak adanya perpaduan antara satu sistem hukum dengan sistem yang lainnya. Indonesia tidak hanya menggunakann sistem hukum Eropa Kontinental saja, tetapi juga telah mengalami perkembangan dalam sistem hukumnya. Hal tersebut disebabkan karena adanya sumbangan dari para pemikir/ filsuf terhadap sistem hukum yang sedang berjalan. Sehingga sistem hukum yang ada di Indonesia saat ini terlihat mengalami perkembangan dan kemajuan karena adanya hasil pemikiran dari para filsuf tersebut. Hal itulah yang menjadi dasar penulisan makalah ini, dimana penulis disini akan menjelaskan perubahan sistem hukum yang ada di Indonesia. Selain itu, penulis juga akan menjelaskan tentang perkembangan sistem hukum yang ada di Indonesia berdasarkan hasil pemikiran filsuf hukum.
  1. Rumusan Masalah
Melihat latar belakang diatas, makan rumusan yang akan diajukan penulis adalah :
  1. Bagaimanakah system hukum Indonesia sejak mulai dari kemerdekaan sampai sekarang ?
  2. Bagaimanakah perubahan system hukum Indonesia?
  3. Bagaimanakah perkembangan sistem hukum Indonesia berdasarkan pemikiran filsuf hukum?
  4. Bagaimana perubahan dan perkembangan sistem hukum di Indonesia berdasarkan pemikiran filsuf Roscoe Pound?
  1. Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui Perubahan dan Perkembangan Sistem Hukum Indonesia serta mazhab-mazhab hukum apa saja yang pernah digunakan di Indonesia.



BAB II
PEMBAHASAN
  1. Sistem Hukum Indonesia
Sistem Hukum Indonesia terbentuk dari dua istilah, sistem dan hukum Indonesia. Sistem diadaptasi dari bahasa Yunani systema yang berarti suatu keseluruhan yang tersusun dari sekian banyak bagian, atau hubungan yang berlangsung diantara satuan-satuan atau komponen-komponen secara teratur.Dalam bahasa Inggris sistem mengandung arti susunan atau jaringan. Jadi dengan kata lain istilah sistem itu mengandung arti sehimpunan bagian atau komponen yang saling berhubungan dan merupakan satu keseluruhan.
Adapun hukum Indonesia adalah hukum atau peraturan perundang-undangan yang didasarkan kepada landasan ideologi dan konstitusional negara, yaitu Pancasila dan Undang-Undang. Sehubungan dengan itu, hukum Indonesia sebenarnya tidak lain adalah sistem hukum yang bersumber dari nilai-nilai budaya bangsa yang sudah lama ada dan berkembang. Dengan kata lain, hukum Indonesia merupakan sistem hukum yang timbul sebagai buah usaha budaya rakyat Indonesia yang berjangkauan Nasional, yaitu sistem hukum yang meliputi seluruh rakyat sejauh batas-batas nasional negara Indonesia.
Perlu dijelaskan disini bahwa pengertian seperti itu tidak bisa dilepaskan dari konteks sejarah. Sebagaimana diketahui, setelah merdeka bangsa Indonesia belum memiliki hukum yang bersumber dari tradisinya sendiri tetapi masih memanfaatkan peraturan perundang-undangan peninggalan pemerintah kolonial Belanda. Kendati memang, atas dasar pertimbangan politik dan nasionalisme peraturan perundang-undangan itu mengalami proses nasionalisasi, seperti penggantian nama : Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) merupakan nasionalisasi dari Wetboek Van Straafrechts, dll. Selain penggantian nama, beberapa pasal tidak lagi sesuai dengan kebutuhan sebuah negara yang merdeka, berdaulat dan relegius turut pula diganti dan ditambahkan yang baru.
pendekatan seperti diatas dalam jangka pendek sangat bermanfaat karena dapat menghindarkan terjadinya kekosongan hukum (Rechtsvacuum). Namun, dalam jangka panjang upaya “Tambal Sulam” atau Transplantasi itu sebenarnya kurang efektif dan cenderung kontra produktif bila terus menerus diberlakukan. Ini didasarkan fakta bahwa upaya “Tambal Sulam” atau transplantasi pada hakikatnya tidak mengubah watak dasar dari hukum warisan kolonial yang cenderung represif, feodal, diskriminatif dan individualistik, sebagai salah satu upaya pihak penjajah untuk menekan kaum inlender. Karakteristik hukum yang seperti itu jelas bertentangan dengan ciri khas masyarakat Indonesia yang menjunjung tinggi kolektivisme. 
  1. Perubahan Sistem Hukum Indonesia
Setelah mengalami penjajahan oleh negara Belanda, dimana Indonesia saat itu masih ikut menggunakan sistem hukum yang berasal dari negara Belanda tersebut yakni sistem hukum eropa kontinental. Namun, seiring berjalannya waktu dan berkembangnya kehidupan masyarakat Indonesia, setelah itu terjadi perubahan dalam sistem hukum yang berlaku di Indonesia. Awal sistem hukum yang diterapkan di Indonesia hanya sistem hukum eropa kontinental saja, setelah itu sistem hukum yang berlaku di Indonesia mengalami perpaduan antara sistem eropa kontinental dan sistem hukum anglo saxon.
Sistem Hukum Eropa Kontinental lebih mengedapankan hukum tertulis, peraturan perundang-undangan menduduki tempat penting. Peraturan perundang-undangan yang baik, selain menjamin adanya kepastian hukum, yang merupakan syarat mutlak bagi terwujudnya ketertiban, juga dapat diharapkan dapat mengakomodasi nilai-nilai keadilan dan kemanfaatan. Lembaga peradilan harus mengacu pada undang-undang. Sifat undang-undang tertulis yang statis diharapkan dapat lebih fleksibel dengan sistem bertingkat dari norma dasar sampai norma yang bersifat teknis, serta dengan menyediakan adanya mekanisme perubahan undang-undang.
Sistem Hukum Anglo Saxon cenderung lebih mengutamakan hukum kebiasaan, hukum yang berjalan dinamis sejalan dengan dinamika masyarakat. Pembentukan hukum melalui lembaga peradilan dengan sistem jurisprudensi dianggap lebih baik agar hukum selalu sejalan dengan rasa keadilan dan kemanfaatan yang dirasakan oleh masyarakat secara nyata.
Sistem hukum di Indonesia dewasa ini adalah sistem hukum yang unik, sistem hukum yang dibangun dari proses penemuan, pengembangan, adaptasi, bahkan kompromi dari beberapa sistem yang telah ada. Sistem hukum Indonesia tidak hanya mengedepankan ciri-ciri lokal, tetapi juga mengakomodasi prinsip-prinsip umum yang dianut oleh masyarakat internasional.
Apapun sistem hukum yang dianut, pada dasarnya tidak ada negara yang hanya didasarkan pada hukum tertulis atau hukum kebiasaan saja. Tidak ada negara yang sistem hukumnya menafikan pentingnya undang-undang dan pentingnya pengadilan.
  1. Perkembangan Sistem Hukum Indonesia berdasarkan pemikiran Filsuf Hukum
Perkembangan sistem Hukum Indonesia makin tampak ketika adanya sumbangan dari pemikiran para filsuf pemikir hukum. Perkembangan itu salah satunya adalah dari madzhab positivis. Dalam arti ini, positivisme sama tuanya dengan filsafat. Tetapi sebagai gerakan yang tetap dalam filsafat umum, sosiologi dan ilmu hukum pada hakikatnya adalah gejala modern. Yang di satu pihak menyertai pentingnya ilmu pengetahuan, dan sisi yang lain menjelaskan tentang filsafat politik dan teori tentang ilmu hukum.
Positivisme atau yang dikenal dengan aliran positivis mempunyai pengaruh yang besar dalam proses pembentukan dan penegakan hukum di Indonesia. Pada kebanyakan tindakan lembaga legilatif untuk membuat undang-undang, tindakan Pemerintah (Excecutive) dan aparat dalam menegakkan hukum, bahkan tindakan hakim dalam memutus perkara selalu menjadikan pemikiran mazhab ini sebagai acuan. Selain itu, aspek keadilan dalam penegakan hukum dalam sistem hukum nasional selalu dilihat dari perspektif keadilan hukum.
Lahirnya pemikiran mazhab positivis mempunyai landasan tersendiri sehingga pandangan ini memiliki ciri khas tersendiri, namun sayangnya pejabat negara yang diberi tugas untuk membentuk dan melaksanakan hukum kurang memperhatikan landasan pemikiran mazhab hukum positivis, akibatnya keadilan hukum selalu menjadi perdebatan dalam masyarakat dan tidak jarang selalu melahirkan konflik baik vertikal maupun horizontal.
Positivisme menekankan setiap metodologi yang dipikirkan untuk menemukan suatu kebenaran, hendaknya menjadikan realitas sebagai sesuatu yang eksis dan objektif dan harus dilepaskan dari berbagai macam konsepsi metafisis subjektif. Ketika pemikiran positivisme diterapkan ke dalam bidang hukum, positivisme hukum melepaskan pemikiran hukum sebagaimana dianut oleh para pemikir aliran hukum alam. Jadi setiap norma hukum haruslah eksis secara objektif sebagai norma-norma yang positif. Hukum tidak dikonsepkan sebagai asas-asas moral yang abstrak tentang hakikat keadilan, melainkan sesuatu yang telah dipositifkan sebagai undang-undang guna menjamin kepastian hukum.
Pembentukan hukum yang dimaksud disini adalah lahirnya aturan tertulis yang memiliki keabsahan untuk diberlakukan. Lahirnya hukum yang sah karena adanya keputusan dari suatu badan/lembaga yang diberi berwenang oleh konstitusi untuk menciptakan hukum. Jika mengartikan hukum sebagai sistem aturan hukum positif, maka lembaga yang membentuk hukum (legislative functie) dalam sistem Pemerintahan Indonesia dijalankan oleh Lembaga Legislatif (Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Daerah), Lembaga Eksekutif (Presiden/Wakil Presiden dibantu para Menteri), dan Lembaga Yudikatif (kehakiman).
Pembentukan Undang-Undang Oleh Lembaga DPR/DPD dengan persetujuan Presiden. Bentuk hukum yang diciptakan oleh lembaga ini adalah undang-undang. Ciri khas undang-undang yang dibentuk oleh Lembaga DPR/DPD dengan persetujuan Presiden adalah materi atau isinya yang bersifat ”umum”. Hal ini sesuai dengan pemikiran Hans Kelsen bahwa Undang-undang sebagai norma hukum yang bersifat umum. Isi undang-undang selalu bersifat umum, sehingga sebagian besar pasal-pasal yang terdapat di dalamnya masih membutuhkan aturan pelaksana berupa Peraturan Pemerintah.
Di Indonesia, penerapan prinsip ini melahirkan masalah karena hukum selalu menjadi kendala dalam pembangunan bahkan hukum itu bersifat statis dan tidak dapat menyesuaikan diri dengan setiap keadaan yang berubah. Banyak kalangan mengatakan dengan gamblang bahwa hukum itu bersifat statis dan kaku (Rigid). Pandangan yang demikian adalah keliru karena mengabaikan aspek lain dalam pembentukan hukum.
Model penegkan hukum di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh pemikiran positivisme. Menurut Kelsen bahwa norma hukum yang sah menjadi standar penilaian bagi setiap perbuatan yang dilakukan oleh setiap individu/kelompok dalam masyarakat . Standar penilaian dimaksud adalah hubungan antara perbuatan manusia dengan norma hukum. Jadi norma hukum menjadi ukuran untuk menghukum seseorang atau tidak, dan mengklaim seseorang bersalah atau tidak harus diukur berdasarkan pasal dalam peraturan tertulis, tanpa memperhatikan aspek moral dan keadilan.
Kaum positivisme mengartikan keadilan hukum sebagai legalitas. Suatu perturan hukum dikatakan adil jika benar-benar diterapkan pada semua kasus. Demikian sebaliknya, suatu peraturan hukum dianggap tidak adil jika hanya diterapkan pada suatu kasus tertentu, dan tidak diterapkan pada kasus lain yang sama. Substansi keadilan hukum dalam pandangan positivism adalah penerapan hukum dengan tanpa memandang nilai dari suatu aturan hukum (asas kepastian). Jadi hukum dan keadilan adalah dua sisi mata uang. Kepastian hukum adalah adil, dan keadilan hukum berarti kepastian hukum.
Doktrin positivisme ini masih diterapkan dalam proses penegakan hukum di Indonesia, terutama pada bidang pidana menyangkut penerapan pasal dan prosedur dalam sistem pelaksanaan hukum. Oleh karena prinsip yang mengacu pada aturan hukum tertulis sehingga banyak kasus dalam sengketa lingkungan, para pelaku kejahatan selalu dinyatakan bebas dari tuntutan hukum karena tidak memenuhi unsur-unsur dalam aturan hukum lingkungan. Wajar jika dikatakan bahwa wajah penegakan hukum di Indonesia dinyatakan dengan ungkapan “Hukum hanya berlaku terhadap mereka yang lemah”. Kenyataan ini sangat bertentangan dengan prinsip “Setiap orang bersamaan kedudukannya di depan hukum”.
  1. Perubahan dan Perkembangan Sistem Hukum Indonesia Berdasarkan mazhab Sociological Jurisprudence
Hukum sebagai sistem norma yang berlaku bagi masyarakat Indonesia, senantiasa dihadapkan pada perubahan sosial yang sedemikian dinamis seiring dengan perubahan kehidupan masyarakat, baik dalam konteks kehidupan individual, soaial maupun politik bernegara. Pikiran bahwa hukum harus peka terhadap perkembangan masyarakat dan bahwa hukum harus disesuaikan atau menyesuaikan diri dengan keadaan yang telah berubah, sesungguhnya terdapat dalam alam pikiran manusia Indonesia.
Roscoe Pound adalah salah satu ahli hukum yang beraliran Sociological Jurisprudence yang lebih mengarahkan perhatiannya pada kenyataan hukum daripada kedudukan dan fungsi hukum dalam masyarakat. Kenyataan hukum pada dasarnya adalah kemauan publik, jadi tidak sekedar hukum dalam pengertian law in books (hukum tertulis). Sociological Jurisprudence menunjukkan kompromi yang cermat antara hukum tertulis sebagai kebutuhan masyarakat hukum demi terciptanya kepastian hukum (positivism law) dan living law sebagai wujud penghargaan terhadap pentingnya peranan masyarakat dalam pembentukan hukum dan orientasi hukum.
Aliran Sociological Jurisprudence dalam ajarannya berpokok pada pembedaan antara hukum positif dengan hukum yang hidup (living law) , atau dengan perkataan lain suatu pembedaan antar kaidah-kaidah hukum dengan kaidah-kaidah sosial lainnya. Bahwa hukum positif hanya akan efektif apabila selaras dengan hukum yang hidup dalam masyarakat. Bahwa pusat perkembangan dari hukum bukanlah terletak pada badan-badan legislatif, keputusan-keputusan badan judikatif ataupun ilmu hukum, akan tetapi justru terletak di dalam masyarakat itu sendiri.
Roscoe Pound menyatakan dan menjelaskan sebuah ringkasan antinomi lain yang berwujud ketegangan antara hukum dan aspek-aspek lain dari kehidupan bersama. Filsafat hukum mencerminkan keadaan bersitegang antara tradisi dan kemajuan, stabilitas dengan perubahan serta kepastian hukum. Sebegitu jauh, karena salah satu tugas hukum adalah untuk menegakkan ketertiban.
Dalam buku lain, Pound menjelaskan bahwa tugas pokok pemikiran modern mengenai hukum adalah tugas rekayasa sosial. Pound berusaha untuk memudahkan dan menguatkan tugas rekayasa sosial ini. Dengan merumuskan dan menggolongkan kepentingan-kepentingan sosial yang keseimbangannya menyebabkan hukum berkembang.
Dalam paham sosiologi hukum, yang dikembangkan oleh aliran Pragmatic Legal Realism yang dipelopori antara lain oleh Roscoe Pound memiliki keyakinan bahwa hukum adalah “a tool of social engineering” atau “alat pembaharuan masyarakat” atau menurut Mochtar Kusumaatmadja “sarana perubahan masyarakat”, dalam konteks perubahan hukum di Indonesia harus diarahkan ke jangkauan yang lebih luas, yang berorientasi pada :
  1. Perubahan hukum melalui peraturan perundangan ang lebih bercirikan sikap hidup serta karakter bangsa Indonesia, tanpa mengabaikan nilai-nilai universal manusia sebagai warga dunia, sehingga kedepan akan terjadi transformasi hukum yang lebih bersifat Indonesiani (mempunyai seperangkat karakter bangsa yang positif).
  2. Perubahan hukum harus mampu membimbing bangsa Indonesia menjadi bangsa yang mandiri, bermartabat dan terhormat dimata pergaulan antar bangsa, karena hukum bisa dijadikan sebagai sarana mencapai tujuan bangsa yang efektif.
Perubahan hukum di Indonesia pada kenyataannya berlangsung, baik yang dilakukan oleh penyelenggara negara yang berwenang (lembaga legislatif dan eksekutif) melalui penciptaan berbagai peraturan perundangan yang menjangkau semua fase kehidupan baik yang berorientasi pada kehidupan perorangan, kehidupan sosial maupun kehidupan bernegara (politik) atau yang diusulkan oleh berbagai lembaga yang memiliki komitmen tentang pemabruan dan pembinaan hukum, sehingga mampu mengisi kekosongan atau kevakuman hukum dalam berbagai segi kegidupan.
Dengan perencanaan yang baik, perubahan hukum diarahkan sesuai dengan konsep pembangunan hukum di Indonesia, yang menurut Mochtar Kusumaatmadja harus dilakukan dengan jalan :
  1. Peningkatan dan penyempurnaan pembinaan hukum nasional dengan antara lain mengadakan pembaharuan, kodifikasiserta unifikasi hukum di bidang-bidang tertentu dengan jalan memperhatikan kesadaran hukum masyarakat.
  2. Menertibkan fungsi lembaga hukum menurut proporsinya masing-masing.
  3. Peningkatan kemampuan dan kewibawaan penegak hukum.
  4. Memupuk kesadaran hukum masyarakat, serta
  5. Membina sikap para penguasa dan para pejabat pemerintah/ negara ke arah komitmen yang kuat dalam penegakan hukum, keadilan serta perlidungan terhadap harkat dan martabat manusia.
  

BAB III
PENUTUP
  1. Kesimpulan
Hukum yang ada di Indonesia tidak terlepas dari konteks sejarah. Hukum yang ada di Indonesia mengadopsi sistem hukum Belanda. Indonesia menggunakan sistem Hukum Belanda karena pada saat itu Indonesia merupakan negara jajahan kolonial Belanda dan karena pada saat yang bersamaan Indonesia belum memiliki hukum yang berasal dari tradisinya sendiri.
Sistem Hukum Indonesia menggunakan sistem Eropa Kontinental. Seiring berkembangnya tradisi dan kebiasaan masyarakat Indonesia, menyebabkan Indonesia menjalankan sistem perpaduan hukum antara Sistem Hukum Eropa Kontinental dan Anglo Saxon. Selain itu Indonesia juga menjalankan sistem hukum yang sesuai dengan pemikiran para filsuf dengan aliran/ mazhab Positivisme.
Aliran/ mazhab Sociological Jurisprudence menekankan bahwasanya sistem hukum positif akan berjalan efektif apabilai sesuai kaidah dan norma yang hidup di masyarakat.
  1. Saran
Bahwa Sistem Hukum Indonesia harus sesuai dengan norma dan kaidah yang hidup di masyarakat. Hal ini dikarenakan hukum itu harus memandang keadaan dan kondisi masyarakat agar dapat menciptakan keadilan, kepastian dan kemanfaatan bagi masyarakat itu sendiri. Hukum positif akan berjalan efektif bila sesuai dengan hukum yang hidup di dalam masyarakat.


Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url
Related Post
Makalah perkembangan hukum di indonesia