Perkembangan konsep hak asasi manusia ditelusuri secara historis berawal dari dunia Barat dimulai dari abad XVII sampai dengan abad XX.
Pada abad XVII, hak asasi manusia berasal dari hak kodrat (natural rights) yang mengalir dari hukum kodrat (natural law). Dua hak yang sangat ditonjolkan adalah kebebasan politik (political freedom) dan hak untuk ada (rights to be). Hal ini dipengaruhi keadaan masa sebelumnya dalam kehidupan bernegara yang absolut. Pada abad XVIII, hak kodrat dirasionalkan melalui konsep kontrak sosial dan mebuat hak tersebut menjadi sekular, rational, universal, individual demokratik dan radikal. Dua hak yang sangat ditonjolkan adalah kebebasan sipil (civil libertis) dan hak untuk memiliki (rights to have). Pada abad XIX masuk pemikiran sosialisme yang lebih memberikan penekanan pada masyarakat (society). Pada masa ini lahir fungsi sosial dan hak-hak individu. Dua hak yang sangat ditonjolkan adalah hak untuk berpartisipasi (participation rights) dan hak untuk berbuat (rights to do). Pada abad XX ditandai dengan usaha untuk mengkonversikan hak-hak individu yang sifatnya kodrat menjadi hak-hak hukum (form natural human rights into positive legal rights). Saat itu lahirlah The Universal Declaration of Human Rights. Hak yang meonjol pada abad ini adalah hak-hak sosial ekonomi (sosial economic rights) dan hak untuk mendapatkan sesuatu (rights to receive). Hal ini digambarkan oleh Philipus M Hadjon, sebagai berikut:
Abad XVII | Abad XVIII | Abad XIX | Abad XX |
Hak-hak asasi manusia bersumber dari hak-hak kodrat yang mengalir dari hukum kodrat | Hak-hak kodrat dirasionalkan dalam kontrak sosial | Ditambah dukungan etik dan utilitarian dan munculnya paham sosialisme | Konversi hak-hak asasi manusia yang sifatnya kodrat menjadi hak-hak hukum (positip) |
Hak-hak politik | Kebebasan sipil Individualisme kuantitatif | Hak-hak partisipasi Individualisme kualitatif | Hak-hak sosial (sosiale grondrechten) |
Pemikiran konsep hak asasi manusia, secara umum menurut Philipus M Hadjon,
dibedakan dalam tiga kelompok, berdasarkan ide/ gagasan yaitu political and ideological thought yaitu Barat, sosialis dan dunia ketiga. Yang dikelompokkan dalam pemikiran barat meliputi Eropa Barat, amerika Serikat, Kanada, Aistralia, New Zealan, sebagian Amerika Latin yang dipengaruhi pemikiran Barat, dan Jepang (dari segi ekonomi). Kelompok sosialis meliputi negara sosialis di Eropa timur, Kuba, Yugoslavia. Selain itu ada kelompok dunia ketiga yang tidak mempunyai kesatuan ideologi, misalnya India dan Indonesia
Indonesia merupakan contoh dari kelompok konsep dunia ketiga yang tidak ikut dalam perumusan The Universal Declaration of Human Rights tanggal 10 Desember 1948. The Universal Declaration of Human Rights merupakan suatu deklarasi yang tidak memiliki watak hukum. Kekuatan mengikatnya karena ada pengakuan terhadap deklarasi itu oleh sistem hukum bangsa-bangsa beradab atau mendapat kekuatan dari hukum kebiasaan setelah memeuhi dua syarat yaitu keajegan dalam kurun waktu yang lama dan adanya opinion necesitatis. Konsep hak asasi manusia bagi bangsa Indonesia telah dirumuskan dalam Undang – Undang Dasar 1945. Perumusannya belum diilhami oleh The Universal Declaration of Human Rights karena terbentuknya lebih awal. Dengan demikian rumusan HAM dalam UUD’45 merupakan pikiran-pikiran yang didasarkan kepada latar belakang tradisi budaya kehidupan masyarakat Indonesia sendiri.
Konsep hak asai manusia memiliki dimensi yang mana dalam penegakan HAM terdapat 2 (dua) pandangan besar tentang sifat berlakunya HAM di suatu Negara dimana terdapat suatu Negara menerima HAM sebagai sesuatu yang bersifat universal dan yang bersifat partikularistis yaitu :
Pandangan universal:
1. Pandangan universal absolute
Pandangan ini melihat HAM sebagai nilai-nilai universal sebagaimana dirumuskan dalam dokumen-dokumen HAM internasional, seperti the international Bill of Human Rights. Penganut pendangan ini adalah Negara- negara maju. Sebagai contoh dalam pernyataan summar of Bangkok NGO Declaration yang menyatakan “ hak-hak asasi manusia menjadi perhatian dan baerharga serta bersifat universa, pembelaan hak-hak asasi manusia tidak dapat dianggap sebagai pelanggaran atas kedaulatan nasional”.
2. Pandangan universal relatif
Pandangan ini melihat persoalan HAM sebagai masalah universal. Namun demikian, perkecualian dan pembatasan yang didasarkan atas asas-asas hukum nasional tetap diakui keberadaanya. Sebagai contoh, ketentuan yang diatur dalam pasal 29 ayat 2 universal declaration of human right (UDHR) yang menegaskan bahwa: “penerapan hal-hal dan kebebasannya, setiap orang dihadapkan pada suatu batasan-batasan tertentu yang ditentukan oleh hukum yang bertujuan untuk melindungi penghargaan dan penghormatan terhadap hak-hak dan kebebasaan orang lain dan memenuhi syarat-syarat yang adil dari segi moral, norma masyarakat, dan kerjasama umum dalam masyarakat demokrasi”.
Pandangan partikularistis:
1. Pandangan partikularistis absolute
Pandangan ini melihat HAM sebagai persoalan masing-masing bangsa, tanpa memberikan alasan yang kuat, khususnya dalam melakukan penolakan terhadap berlakunya dokumen.dokumen internasional. Pandangan ini sering kali menimbulkan kesan egois, defensive dan pasif tentang HAM
2. Pandangan partikularistis relative
Dalam pnadangan ini, HAM dilihat di samping sebagai maslah universal jugamerupakan maslah nasional masing-masing bangsa. Berlakunya dokumen- dokumen HAM internasional harus diselaraskan, diserasikan dan diseimbangkan, serta memperoleh dukungan budaya bangas. Pandangan ini tidak hanya menjadikan kekhususan di lain pihak juga aktif mencari perumusan dan pembenaran terhadap karakteristik HAM yang dianutnya