Di Indonesia
Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah lembaga negara yang bersifat independen dan berkaitan dengan kekuasaan kehakiman tetapi tidak berada di bawah kekuasaan kehakiman. Dalam hal ini juga ditegaskan terkait status keberadaan sebuah lembaga negara, Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, istilah “lembaga negara” tidak selalu dimasukkan sebagai lembaga negara yang hanya disebutkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 saja, atau yang dibentuk berdasarkan perintah konstitusi, namun juga ada lembaga negara lain yang dibentuk dengan dasar perintah dari peraturan di bawah konstitusi, seperti Undang-Undang dan bahkan Keputusan Presiden (Keppres).
Sedangkan, ada yang berpendapat bahwa keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi adalah ekstra konstitusional ialah salah. Karena, keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara tegas diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai bentuk politik hukum pemberantasan korupsi di tanah air. Dengan demikian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai lembaga pemberantas korupsi yang kuat bukan berada di luar sistem ketatanegaraan, tetapi justru ditempatkan secara yuridis di dalam sistem ketatanegaraan yang rangka dasarnya sudah ada di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dan juga bahwa kedudukan organ lapis kedua dapat disebut lembaga negara saja. Ada yang mendapat kewenangannya dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, misalnya adalah Komisi Yudisial, Tentara Nasional Indonesia, dan Kepolisian Negara; sedangkan lembaga yang sumber kewenanganya adalah undang-undang, misalnya, adalah Komnas HAM, Komisi Penyiaran Indonesia, Komisi Pemberantasan Korupsi dan Sebagainya. Kedudukan kedua jenis lembaga negara tersebut dapat disebandingkan satu sama lain. Hanya saja, kedudukannya walaupun tidak lebih tinggi, tetapi jauh lebih kuat. Keberadaannya disebutkan secara emplisit dalam undang-undang, sehingga tidak dapat ditiadakan atau dibubarkan hanya karena kebijakan pembentuk undang-undang.
Di Singapura
CPIB didirikan pada tahun 1952 sebagai sebuah organisasi yang terpisah dari polisi, bertugas untuk menginvestigasi seluruh kasus korupsi sebagai sebuah lembaga yang independen. Lembaga ini beranggotakan investigator sipil dan anggota polisi senior.
CPIB bergerak berdasarkan Prevention of Corruption Act (PCA), undang-udangan ini member kekuasaan pada CPIB untuk menginvestigasi dan menangkap para koruptor. Lembaga inilahyang bertugas melakukan pemberantasan korupsi di singapura. Kepada lembaga ini diberikanwewenang untuk menggunakan semua otoritas dalam memberantas korupsi. Namun, bukan berarti Kepolisian Singapura sebagai penegak hukum di Singapura, kehilangan kewenangan untuk menyelidiki dan menyidik kasus korupsi. Mereka tetap memiliki kewenangan itu. Namun, setiap kali penyelidikan dan penyidikan itumengarah pada korupsi. Kepolisian singapura menyerahkan pada CPIB. Bahkanumtuk pemeriksaaan internal anggota polisi,jika terindikasi korupsi, akan diserahkan ke CPIB pula. CPIB sebagai organisasi pemerintah juga melakukan kegiatanya di sektor privat. Biro ini diketui oleh seorang direktur yang bertanggung jawab langsung pada perdana mentri.