PERADILAN SESAT



peradilan sesat adalah kegiatan mengadili dengan memeriksa perkara atau orang yang diadili oleh pengadilan untuk mengambil keputusan yang dilakukan dengan salah jalan, salah prosedurnya, salah menerapkan aturannya - menghasilkan putusan yang merugikan terdakwa.peradilan sesat terjadi karena sesat fakta dan karena sesat hukumnya - menghasilkan putusan yang merugikan terdakwa. semua pihak yang terlibat bertanggungjawab, namun yang paling bertanggungjawab adalah pihak yang langsung menyebabkan peradilan sesat. peradilan sesat selalu menimbulkan kewajiban hukum bagi negara untuk mengganti kerugian dan merehabilitasi nama baik korban.

CONTOH KASUS PERADILAN SESAT:

KASUS PENCURIAN 10 EKOR UDANG TAMBAK
            Kasus pencurian 10 ekor udang tambak ini terjadi di Desa Banjarasem Dusun Kalanganyar Kec. Seririt Kab.Buleleng. Gede Pasek seorang buruh tani yang pekerjaan sehari-harinya mengurus sawah dan berternak dipidana selama 3 bulan masa percobaan oleh Pengadilan Negeri Buleleng. Berawal dari saat tambak yang berada didusun kalanganyar melakukan panen, disana biasanya warga desa berkumpul untuk mencari udang yang jatuh dari jaring atau udang yang tercecer yang dalam istilah balinya “ memunuh ”. Karena banyaknya orang yang ikut dalam memunuh tersebut maka hanya sedikit udang yang bisa didapat, gede pasek yang hanya mendapat 2 ekor udang dari hasil memunuhnya merasa sangat kecewa padahal  istri dan 4 orang anaknya sudah menunggu drumah. Ketika melihat udang yang tertinggal dijaring yang sudah tidak lagi digunakan tanpa pikiran  ingin mencuri dia mengambilnya begitu saja ,namun sial seorang satpam yang melihatnya meneriakinya dan menahanya serta membawa Gede Pasek kekantor kepolisian. Selama masa penahanan Gde Pasek mendapat perlakuan yang kurang baik dengan adanya kekerasan fisik. Sampai kemudian dalam masa penahan ia mengalami gangguan jiwa. Namun kasusnya masih diteruskan sampai pada penuntutan dan pengadilan yang memutus pidana percobaan selama 3 bulan.


KASUS PENCURIAN SEMBILAN TANDAN PISANG

Kejaksaan Negeri Cilacap, Jawa Tengah, menolak limpahan kasus pencurian sembilan tandan pisang oleh Kuatno, 24, dan Topan, 25. Pasalnya, setelah diperiksa ahli kejiwaan keduanya dinyatakan lemah mental.Jika ada pelimpahan dari kepolisian, Kejaksaan Negeri Cilacap berjanji akan menerbitkan Surat Keputusan Penghentian Penuntutan (SKP2). Kepala Kejaksaan Negeri Cilacap Sulijati, Jumat (6/1), menegaskan pihaknya tidak dapat menerima berkas pelimpahan yang akan diserahkan ke kejaksaan. Sebab fakta menunjukkan keduanya lemah mental.Sesuai Pasal 44 KUHP, kata Sulijati, perbuatan pelaku tidak bisa dipertanggungjawabkan. "Kami memiliki dasar kuat dengan pemeriksaan yang dilakukan oleh para psikolog. Dalam kesimpulan pemeriksaan itu disebutkan, kalau keduanya mengalami retardasi mental atau dalam bahasa awamnya adalah keterbelakangan mental," tegas Sulijati. Secara terpisah, penasihat hukum Kuatno dan Topan, Wiwin Taswin meminta kepolisian segera menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). "Dengan kondisi keterbelakangan mental itu kami minbta kepolisian segera saja menerbitkan SP3 dan membebaskan keduanya. Karena sudah jelas berdasarkan pemeriksaan para psikolog, mereka lemah mental," kata Wiwin.



TANGGAPAN TERHADAP KASUS :

            Dari kasus pertama dan kedua hal yang terlihat adalah bagaimana kurang bijaksananya para penegak hukum. Memang hukum pidana menganut asas legalitas namun kita juga tentunya melihat secara umum apa tujun hukum itu, tujun hukum adalah agar tercapainya suatu rasa kepastian hukum,keadilan,dan kemanfaatan. Namun adanya peradilan sesat selain dikarenakan seperti apa yang telah diuraikan pada paparan pertama diatas juga kurang pahamnya terhdapa tujuan hukum sendiri dimana kemanfaatan dan keadilan masih dijadikan yang kedua.
           



Jika melihat tujuan dari system peradilan pidana itu sendiri  dapat dirumuskan sebagai berikut :

  1. Mencegah masyarakat menjadi korban kejahatan
  2. Menyelesaikan kasus kejahatan yang terjadi sehingga masyarakat puas bahwa keadilan telah ditegakkan dan yan bersalah dipidana.
  3. Mengusahakan agar mereka yang pernah melakukan kejahatan tidak mengulangi lagi kejahatanya.

Dari ketiga tujuan tersebut tidak hanya kepastian hukum yang dapat menjadi patokan dari keberhasilan system peradilan pidana. Namun tercermin juga bagimana keadilan dan juga mafaat didalamnya. Peradilan sesat yang terjadi pada kasus diatas merupakan cerminan dari para penegak hukum yang mungkin dapat dikatakan malas karena hanya berpedoman pada aturan atau legalitas semata tanpa ingin memberikan suatu bentuk hukum yang sebenarnya harus didapatkan oleh para pelanggar hukum.
Aturan yang ada sebenarnya sudahlah sangat lengkap secara material namun bagaimana pelaksaannya sama sekali tidak menyentuh nilai – nilai yang terkandung didalam hukum itu sendiri. Selain banyaknya factor penghambat dalam penegakan hukum baik itu sumber daya manusia, kepentingan,terbatasnya anggran dan lain halnya ,kesemua itu sebenarnya bukanlah menjadi suatu keterbatasan bila mana terdapat niat yang kuat dari masing-masing komponen system peradilan pidana begitu juga masyarakat didalamnya.
Perlu adanya suatu niat yang kuat didalam penegakan hukum itu untuk menghindari kebobrokan hukum yang salah satunya adlah terjadinya peradilan sesat diberbagai wilyah di Indonesia dengan berbagai masalah yang cukup pelik dan bahakan miris.
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url