Siapa pun bisa kok menjadi penulis buku. Kamu juga. Tentu saja, di awal, kamu harus banyak sabar, karena perjuangan untuk menjadi penulis buku itu akan panjang.
Enggak bisa dong, kalau ujug-ujug kamu minta setenar Tere Liye atau Ika Natassa. Ya kecuali kamu bisa membuat sesuatu yang viral di media sosial, dan lantas dibukukan. Itu berada di sisi yang lain.
Namun, kamu perlu ingat. Bahwa yang cepat didapat, biasanya juga akan cepat dilepas. Kamu boleh ingat-ingat, siapa saja penulis buku yang berangkat dari tulisan viral. Rasanya hampir semua hanya punya satu buku debutan saja. Selanjutnya, tidak terdengar lagi kabar beritanya.
So, it’s your choice. Mau langsung viral, juga enggak masalah. Hanya saja perjuanganmu akan “berpindah tempat”. Bukan perjuangan di awal, melainkan setelah bukumu lahir, demi menjaga eksistensi dan konsistensi menjadi penulis buku.
Namun, kalau mimpimu pengin menjadi penulis seperti Dee Lestari, Pramoedya Ananta Toer, Sapardi Djoko Damono, Joko Pinurbo, Ika Natassa, Tere Liye, Andrea Hirata, bahkan JK Rowling, maka kamu harus siap berjuang di depan.
Dan, pastinya, kamu akan butuh panduan. 7 Langkah menjadi penulis buku ini bisa kamu jadikan panduan sukses menulis buku pertamamu, kedua, ketiga, dan seterusnya.
7 Langkah Menjadi Penulis Buku
1. Tentukan tujuanmu menulis
Jenis tulisan
Tentukan sejak awal, apakah kamu pengin menulis buku fiksi ataukah nonfiksi? Kalau buku fiksi, apakah mau menulis novel, kumpulan cerpen, atau kumpulan puisi? Kalau buku nonfiksi, mau menulis buku panduan, kumpulan tip, kisah inspiratif, atau mungkin buku motivasi?
Coba cari tahu berbagai genre atau topik buku-buku populer, yang banyak diminati. Kamu bisa mencarinya dengan ubek-ubek kategori-kategori buku yang dijual di toko buku online mana saja. Catatlah hasil penemuanmu.
Adalah penting untuk menyesuaikan jenis tulisan yang hendak kamu tulis dengan selera pasar, karena kamu pastinya pengin supaya bukumu dibeli orang kan?
So, misalnya kamu mau menulis novel, tentukanlah jalan ceritanya sejak awal. Masukkan isu-isu kekinian yang sedang trending, agar lebih relatable pada calon pembacamu.
Untuk buku nonfiksi, kamu bisa mulai dengan rajin-rajin mencari referensi buku serupa.
Segmen
Setelah menentukan tema dan topik (juga genre), maka sekarang kamu harus menentukan siapakah pembaca bukumu nanti.
Lo, pembaca kok kita yang menentukan? Kan kalau bisa ya semua orang baca buku kita dong!
Enggak bisa begitu, Ferguso. Kalau mainnya gitu, bukumu enggak akan fokus, pembahasanmu akan meleber ke mana-mana, dan gaya bahasamu entah akan terlalu kaku atau bisa juga terlalu encer hingga nggak bisa dipahami dengan enak oleh pembaca bukumu.
Taruhlah begini, kamu mau bikin novel romance. Ini saja akan beda nuansa kalau kamu punya target pembaca remaja, young adult (dewasa muda, sekitar usia 20 – 25 tahun), dan buibuk. Ya masa buibuk kamu suguhi cerita dengan gaya remaja? Ramashok!
Jadi, ini penting ya, untuk kamu tentukan sebelumnya.
2. Buat outline
Outline adalah koentji. Bahkan seorang Ainun Nufus yang ngetop di Wattpad aja menulis novel tetap harus pakai outline. Kalau enggak, wuih, dadahbabay sama fokus dan alur jalan cerita.
Outline ini bisa detail, atau bisa sekadar ringkasan ide. Untuk novel, misalnya, di bab 1 kamu akan bercerita mengenai tokoh A dan lingkungan seperti apa ia berada. Bab 2, kamu akan bercerita tentang B. Bab 3, konflik antara A dan B. Bab 4, datang C yang bukannya membuat suasana lebih adem, tapi malah memperuncing konflik.
Jangan khawatir. Di tengah-tengah proses menulis buku, kamu bisa saja mengacak-acak urutan ini.
Banyak-banyaklah membaca buku yang serupa, agar kamu mempunyai referensi untuk memainkan plot ceritamu.
3. Buat deadline
Apalah artinya menjadi penulis buku tanpa deadline? It’s the best friend ever! Tanpa deadline, bukumu pasti tak akan pernah terwujud.
So, meskipun mungkin kamu menulis atas dasar kemauan sendiri, belum tentu diterbitkan juga, tapi deadline is a must. Agar tetap fokus, bagusnya sih kamu membuat deadline per bab buku, bisa disesuaikan dengan rencana panjang pendek (berdasarkan outline yang sudah kamu buat) atau tingkat kesulitan per babnya.
Misalnya bab 1 ditulis dalam waktu 3 hari, karena hanya pendahuluan saja. Bab 2 akan diselesaikan dalam waktu 1 minggu, karena mulai membutuhkan riset yang lebih dalam, dan seterusnya.
Kalau kamu tidak bisa membuat deadline per bab, kamu bisa juga membuat deadline untuk sekali menulis atau setiap harinya. Misalnya, dalam satu kali duduk, harus bisa menulis 1000 kata. Atau dalam sehari, dalam satu jam akan fokus menulis, melanjutkan bukumu.
Dengan demikian, bukumu akan terselesaikan meski selangkah demi selangkah.
4. Banyak membaca
Seperti halnya tubuh, ia akan perlu gizi dan nutrisi melalu makanan yang dicerna untuk kemudian bisa diolah menjadi energi yang akan menjadi tenaga untuk beraktivitas sehari-hari.
Untuk bisa menjadi penulis buku yang baik, maka kamu juga harus mengimbanginya dengan “nutrisi otak” yang juga bergizi tinggi.
Pilih bacaanmu dengan saksama. Salah piih bacaan bisa berakibat fatal lo. Percaya deh.
5. Write! Till you bleed!
Wah, serem. Tapi nggak salah kan? Itu kata Eyang Ernest Hemingway lo! Kualat kalau bilang enggak bener mah.
Kalau bingung mau mulai nulis dari mana, coba untuk free writing dulu. Tinggalkan outline, tinggalkan aturan, tinggalkan referensi. Menulislah apa pun dalam waktu 2 menit. Jangan terjeda atau terganggu oleh apa pun.
Harusnya bisa dong menulis nonstop 2 menit tanpa aturan? Ini nih pemanasan kamu.
Bisa jadi, setelah pemanasan menulis bebas 2 menit itu, kamu justru akan terbawa dan akhirnya bisa menulis sepenggal cerita. Setelah ‘panas’, kamu bisa melanjutkannya dengan lebih mudah.
Memang sih, kadang kita membutuhkan mood untuk bisa menulis. Tapi, sebaiknya jangan menyerah pada mood. Jangan menunggu mood datang, tetapi bangunlah mood menulis itu. Kalau mau menjadi penulis buku nan femes, jangan mau kalah sama mood.
6. Review
Jangan ragu untuk membaca ulang tulisan. Setiap selesai satu bagian atau satu bab, bacalah kembali. Apakah ritmenya sudah mengalir ataukah masih terasa tersendat? Tulisannya sudah bener atau masih ada typo.
Ini adalah proses self editing kamu. Tapi ingat ya, jangan mengedit sembari menulis. Lakukanlah self editing ini setelah kamu selesai menulis. Enggak perlu selesai seluruhnya, kamu bisa membagi self editing sesuai dengan bagian-bagian bukumu. Atau lakukanlah per bab.
7. Minta bantuan orang lain untuk menjadi first reader
Mata kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya itu penting. Pilihlah teman yang kamu percaya untuk membaca draf naskah bukumu. Mintalah masukan tentang kelebihan dan kekurangannya.
Jangan takut akan kritik ya. Jadikanlah kritik ini sebagai sarana untuk menjadi penulis buku yang baik. Pilahlah, mana yang memang baik untuk didengarkan dan dipertimbangkan, dan mana yang sekadar bisa kamu tampung. Revisilah ketika kamu anggap perlu.
Nah, kalau sudah sampai di langkah ketujuh ini pastinya kamu lantas bisa menerbitkan bukumu itu. Kamu bisa mengirimkannya ke penerbit buku mayor untuk diterbitkan dan diedarkan ke toko buku. Atau, kamu juga bisa menerbitkannya secara indie dengan keuntungan royalti yang lebih banyak.
Yes, zaman sekarang, buku enggak harus diterbitkan oleh penerbit mayor kok untuk bisa diedarkan di toko buku. Melalui penerbit buku indie pun–jika ia punya fasilitasnya–juga bisa diedarkan ke toko buku. Tentu saja ada syarat dan ketentuan yang berlaku.
Gimana? Siap menjadi penulis buku terkenal? Mulai nulis aja dulu yuk! Mungkin bisa mulai dari blog? Banyak kan, penulis buku yang berawal dari blog?