Materi : Berlakunya Hukum Pidana Indonesia Menurut Waktu
Abstrak: Salah satu asas pokok di dalam hukum pidana yang sering mendapatkan perhatian adalah asas legalitas dan temporis delicti . Hal ini disebabkan karena asas legalitas dan temporis delicti sebagaimana sejarah kelahirannya, bertumpu pada keadilan individu. Dengan asas legalitas ini, keadilan individu dilindungi oleh hukum pidana dari kesewenang-wenangan penguasa.
Sejarah asas legalitas muncul awal mulanya di Prancis, karena pada waktu itu Raja berlaku semena-mena pada rakyat yang bersalah, maka berlakulah asas legalitas. Pada zaman Romawi kuno, suatu perbuatan dianggap tindak pidana dan jenis pidananya ditentukan raja, tanpa adanya aturan yang jelas perbuatan mana yang dianggap tindak pidana dan jenis pidana apa yang diterapkan.[1]
KASUS TEMPORIS DELICTI
Tabrak Lari, Seorang Anggota TNI Luka Parah
Jakarta News (29/6) – Agus (40 tahun), warga Jl. Margonda Raya, Depok, Jabar, harus menerima nasib karirnya sebagai anggota TNI AD terancam pensiun dini akibat luka parah yang dideritanya yang mengakibatkan kakinya harus diamputasi sebelah. Derita tentara berpangkat kopral anggota Batalyon Infantri AD Jakarta Barat ini bermula ketika ia menjadi korban tabrak lari oleh sebuah Truk yang belakangan diketahui dikendarai oleh seorang bernama Totok, warga Jl. Dupak, Surabaya, Jawa Timur. Hingga saat ini Totok masih menjadi buronan Polisi, karena begitu kecelakaan terjadi Totok melarikan diri. Identitas Totok berhasil diketahui ketika Polisi berhasil menemukan Truk yang dikendarai Totok yang ternyata milik sebuah perusahaan pabrik kecap di Tangerang, Banten.
Kecelakaan itu sendiri terjadi tiga hari yang lalu (23/6), tepatnya di kilometer 1 dari perbatasan wilayah Tangerang-Jakarta Barat ke arah Jakarta.
Kasus diatas adalah kasus pidana, Apabila terjadi perbuatan dan akibat delik tidak berada pada satu tempat (Locus Delicti) dan jika terjadi sengketa tentang kewenangan mengadili di antara dua pengadilan berkaitan kasus diatas, sengketa kemungkinan yang akan terjadi pengadilan manakah yang berwenang memutus sengketa adalah PN Jakarta Barat vs PN Tangerang? . Dalam hal ini ada 2 hal yang penting untuk menentukan Locus delicti :
1. Menentukan berlakunya undang-undang pidana Nasional dalam hal konkret.
2. Menjelaskan kompetensi relatif (menentukan Pengadilan Negeri mana yang berwenang untuk mengadili perkara yang bersangkutan).
Dari dua hal diatas, penulis mengambil kesimpulan pengadilan yang paling berhak untuk mengadili perkara ini adalah PN Jakarta Barat (sesuai dengan pasal 84 ayat 1 KUHAP) yang berbunyi: “Pengadilan Negeri Berwenang mengadili segala perkara tindak pidana yang dilakukan dalam daerah hukumnya”.
Sebagaimana dalam Undang Undang No 22/2021 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) memberi sanksi berat bagi mereka yang melakukan tabrak lari.
Simak saja pasal 312 yang menyatakan bahwa setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor yang terlibat kecelakaan lalu lintas dan dengan sengaja tidak menghentikan kendaraannya, tidak memberikan pertolongan, atau tidak melaporkan kecelakaan lalu lintas kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia terdekat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 231 ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c tanpa alasan yang patut dipidana dengan pidana penjarapaling lama tiga tahun atau denda paling banyak Rp 75 juta.
Pasal 231
a. menghentikan kendaraan yang dikemudikannya;
b. memberikan pertolongan kepada korban;
c. melaporkan kecelakaan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia terdekat; dan
d. memberikan keterangan yang terkait dengan kejadian kecelakaan.
KASUS ASAS LEGALITAS
Detik.com Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi telah melahirkan berbagai dampak, baik dampak positif maupun dampak negatif, salah satunya adalah kasus Money Laundering melalui internet banking,
Kasus diatas adalah kasus pidana, namun yang harus digaris bawahi adalah bahwa Sifat dari kasus money launderingmenjadi universal dan bersifat transnasional yakni melintasi batas-batas yurisdiksi negara[2]. Berarti pemahaman hukum pidana terhadap kejahatan ini tidak lagi terkait dengan asas teritorial suatu negara saja akan tetapi lebih dari satu hukum nasional yang dilanggar. Uang hasil dari tindak pidana ini tidak saja disimpan atau dimanfaatkan dalam suatu lembaga keuangan suatu negara asal, akan tetapi juga dapat ditransfer ke negara lain dengan berbagai macam cara dan kepentingan, misalnya dengan cara pembayaran yang dilakukan melalui bank secara elektronik (cyberpayment)[3]. Walaupun saat ini, telah ada ketentuan hukum yang mengatur tentang tindak pidana pencucian uang (money laundering) yaitu Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, namun kenyataannya, belum dapat mengatasi kasus pencucian uang yang terjadi di Indonesia secara keseluruhan. Begitu juga pembuktian secara elektronik pun telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, namun pembuktian pada tindak pidana pencucian uang melalui internet ini tetap mengalami berbagai kesulitan terutama untuk menemukan adanya unsur melawan hukum, karena tindak pidana pencucian uang biasanya dilakukan oleh kalangan intelektual, sehingga akan sulit menemukan bukti-bukti adanya unsur melawan hukum tersebut. Kasus pencucian uang (money laundering)melalui internet, terdapat alat bukti elektronik, walaupun dalam Pasal 184 KUHAP tidak diatur, namun berdasarkan Pasal 5 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik mengatur bahwa informasi dan/atau dokumen elektronik adalah alat bukti yang sah dan merupakan perluasan dari alat bukti yang sah menurut hukum acara yang berlaku di Indonesia.